METODOLOGI PEMBELAJARAN KIMIA
Diajukan untuk memenuhi tugas ujian tengah semester pada mata kuliah
”Belajar dan Pembelajaran” Semester Ganjil
Dosen: Wawan Wahyu, M.Pd
Disusun oleh :
Miya Nurmelati 1209208052
Neni Nur Hayati 1209208058
Syifa Nurlatifah 1209208076
Wati Herawati 1209208082
Yuni Sri Mulyani 1209208086
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
2010
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW., keluarganya, para sahabatnya, dan kita sebagai umatnya.
Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Metodologi Pembelajaran Kimia”. Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Belajar dan Pembelajaran. Selain itu juga agar dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai metode, pendekatan, dan model yang digunakan dalam pembelajaran kimia. Untuk itu dalam kesempatan ini perkenankanlah kami untuk mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada pembina mata kuliah Belajar dan Pembelajaran, Bapak Wawan Wahyu, M.Pd., yang telah berjasa mencurahkan ilmu kepada kami dan juga rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan, baik dari segi bahasanya maupun isinya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada semua pihak demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya. Akhirnya penulis harapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca umumnya dan khususnya bagi kami sendiri.
Bandung, Desember 2010
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1. Latar Belakang.................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
3. Tujuan................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 4
A. METODE PEMBELAJARAN KIMIA........................................... 4
1. Pengertian Metode Pembelajaran................................................ 4
2. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran Kimia..................................... 4
1) Metode Ceramah................................................................... 5
2) Metode Demonstrasi............................................................. 8
3) Metode Diskusi....................................................................... 9
4) Metode Simulasi..................................................................... 11
5) Metode Simposium................................................................ 15
6) Metode Tanya Jawab (Question & Answer)........................ 17
7) Metode Debat....................................................................... 19
8) Metode Eksperimen.............................................................. 20
9) Metode Role Play................................................................ 22
10) Metode Pemecahan Masalah................................................ 22
B. PENDEKATAN PEMBELAJARAN KIMIA................................ 24
1. Pengertian Pendekatan Pembelajaran......................................... 24
2. Jenis-jenis Pendekatan Pembelajaran.......................................... 25
1) Pendekatan Konsep.............................................................. 25
2) Pendekatan Keterampilam Proses......................................... 28
3) Pendekatan Lingkungan....................................................... 36
4) Pendekatan Sejarah............................................................... 39
5) Pendekatan STS.................................................................... 44
6) Pendekatan Pemecahan Masalah.......................................... 46
C. MODEL – MODEL PEMBELAJARAN........................................ 50
1. Pengertian Model Pembelajaran................................................. 51
2. Ciri - ciri model pembelajaran ........................................................ 51
3. Jenis - Jenis Model Pembelajaran................................................ 52
1) Model Pembelajaran Kooperatif............................................... 52
2) Model Pembelajaran Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning) 87
3) Model Pembelajaran Synectics............................................. 93
4) Model Pembelajaran Inkuiri.................................................. 97
5) Model Pembelajaran Siklus Belajar ( Learning Cycle )........ 105
6) Model Pembelajaran Langsung ( DL, Direct Learning ).... 113
7) Model Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning) 116
8) Model Pembelajaran berbasis Teknologi Informasi............ 119
4. Manfaat Model Pembelajaran................................................... 123
D. Perbedaan metode, pendekatan, dan model................................... 123
BAB III PENUTUP................................................................................................ 125
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi,menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan, langkah- langkah, dan cara yang digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran berlangsung.
Teknik adalah cara konkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Guru dapat berganti- ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. Bungkus dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran tersebut dinamakan model pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru dapat berkreasi dengan berbagai model pembelajaran yang khas secara menarik, menyenangkan, dan bermanfaat bagi siswa. Model guru tersebut dapat pula berbeda dengan model guru di sekolah lain meskipun dalam persepsi pendekatan dan metode yang sama.
Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi yang di dalamnya terdapat pendekatan, model, dan teknik secara spesifik. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sebenarnya aspek yang juga paling penting dalam keberhasilan pembelajaran adalah penguasaan model pembelajaran. Didalam bab pembahasan nanti akan di paparkan lebih jelasnya lagi mengenai metode, model, dan pendekatan.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembahasan ini adalah :
1) Apa pengertian metode pembelajaran kimia?
2) Sebutkan macam-macam metode pembelajaran dilihat segi pengertian, karakteristik, kelebihan beserta kekurangannya?
3) Apa yang dimaksud dengan pendekatan pembelajaran?
4) Apa itu konsep?
5) Mengapa perlu pendekatan konsep?
6) Mengapa perlu Pendekatan Keterampilan Proses?
7) Bagaimana Pendekatan lingkungan dalam Kegiatan Pembelajaran Kimia?
8) Mengapa Perlu Pendekatan Lingkungan?
9) Apa pengertian Pendekatan Sejarah?
10) Apa pengertian Pendekatan STS?
11) Apa pengertian Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving Approach)?
12) Apa pengertian model pembelajaran?
13) Apa saja ciri-ciri dari model pembelajaran?
14) Model pembelajaran apa saja yang dapat digunakan dalam pembelajaran kimia?
15) Apa manfaat dari model pembelajaran dalam pembelajaran kimia
3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan metode, pendekatan, dan model pembelajaran yang digunakan dalam prose pembelajaran kimia.
2. Menambah wawasan pembaca terkait dengan permasalahan metode, pendekatan, dan model pembelajaran dalam pembelajaran kimia.
3. Agar pembaca dapat menerapkan materi-materi yang berkenaan dengan strategi pembelajaran yang meliputi metode, pendekatan, dan model pembelajaran dalam kimia ke dalam aplikasi yang nyata.
4. Untuk mengetahui urgensi dari penerapan metode, pendekatan, dan model pembelajaran dalam pembelajaran kimia.
5. Memenuhi salah satu tugas terstruktur ujian tengah semester mata kuliah belajar dan pembelajaran.
BAB II
METODOLOGI PEMBELAJARAN KIMIA
A. METODE PEMBELAJARAN KIMIA
1. Pengertian Metode Pembelajaran
Kata metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta (menuju, melalui, mengikuti) dan kata benda hodos (jalan, cara, arah). Kata methodos berarti: penelitian, metode ilmiah, uraian ilmiah, yaitu cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. Melihat dari pengertiannya, metode bisa dirumuskan suatu proses atau prosedur yang sistematik berdasarkan prinsip dan teknik ilmiah yang dipakai oleh disiplin (ilmu) untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut Sanjaya, metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.
Metodologi berasal dari kata metode dan logos, yang berarti ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Metodologi disebut juga science of methods, yaitu ilmu yang membicarakan cara, jalan atau petunjuk praktis dalam penelitian atau membahas konsep teoritis berbagai metode atau dapat dikatakan sebagai cara untuk membahas tentang dasar-dasar filsafat ilmu dari metode penelitian. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran Kimia
Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Ini berarti, metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.Dengan demikian, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peranan sangat penting.Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat bergantung pada cara guru menggunakan metode pembelajaran, karena suatu strategi pembelajaran hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran (Sanjaya,2008:147).
Ada banyak metode yang digunakan oleh para pengajar dalam proses pembelajaran.Semua metode yang akan dijelaskan dibawah ini dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran.
1) Metode Ceramah
Salah satu metode pembelajaran adalah metode ceramah. Metode ceramah dapat diartikan cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjeasan secara langsung kepada sekelompok siswa (Sanjaya, 2008:147).
Agar metode ceramah berhasil, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan, baik tahap persiapan maupun tahan pelaksanaan. Tahap persiapan menurut Sanjaya (2008:149) adalah dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menentukan pokok-pokok materi yang diceramahkan, dan mempersiapkan alat bantu. Tahap pelaksanaan menurut Sanjaya (2008:150) terdiri dari tiga langkah yang harus dilakukan yaitu langkah pembukaan, langkah penyajian, dan langkah mengakhiri atau menutup ceramah.
a. Langkah pembukaan


b. Langkah penyajian





c. Langkah mengakhiri atau menutup ceramah



Ada beberapa alasan mengapa ceramah sering digunakan. Alasan ini sekaligus merupakan keunggulan metode ceramah. Menurut Sanjaya (2008:148) kelebihan metode ceramah antara lain :
a. Ceramah merupakan metode yang ‘murah’ dan ‘mudah’ untuk dilakukan.
b. Ceramah yang menyajikan materi pelajaran yang luas.
c. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan.
d. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas.
e. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana.
Disamping beberapa kelebihan diatas, ceramah juga memiliki beberapa kelemahan, menurut Sanjaya (2008:148) kelemahannya antara lain :
a. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru.
b. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme.
c. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan.
d. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum.
2) Metode Demontrasi
Metode demonstrasi adalah cara pengelolaan pembelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, benda, atau cara kerja suatu produk teknologi yang sedang dipelajari. Demontrasi dapat dilakukan dengan menunjukkan benda baik yang sebenarnya, model, maupun tiruannya dan disertai dengan penjelasan lisan.
Demonstrasi akan menjadi aktif jika dilakukan dengan baik oleh guru dan selanjutnya dilakukan oleh siswa. Metoda ini dapat dilakukan untuk kegiatan yang alatnya terbatas tetapi akan dilakukan terus-menerus dan berulang-ulang oleh siswa.
Keuntungan Metode Demontrasi.
Perhatian siswa dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingga hal-hal yang penting dapat diamati seperlunya. Perhatian siswa lebih mudah dipusatkan pada proses belajar dan tidak tertuju pada hal-hal lain.
Berikut ini merupakan kelebihan metode demonstrasi diantaranya adalah:
a. Dapat mengurangi kesalahan-kesalahan jika dibandingkan dengan hanya membaca di dalam buku, karena siswa telah memperoleh gambaran yang jelas dari hasil pengamatannya.
b. Kalau siswa turut aktif bereksperimen, maka siswa akan memperoleh pengalaman-pengalaman praktek untuk mengembangkan kecakapannya dan memperoleh pengakuan dan penghargaan dari teman-teman dan gurunya.
c. Beberapa masalah yang menimbulkan pertanyaan pada diri siswa dapat dijawab pada waktu mengamati proses, demonstrasi/eksperimen.
3) Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan penyajian materi melalui pemecahan masalah, atau analisis sistem produk teknologi yang pemecahannya sangat terbuka. Tujuan dari metode diskusi ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan,menjawab pertanyaan,menambah dan memahami pengetahuan siswa serta untuk membuat suatu keputusan (Killen,1998).
Diskusi merupakan metode yang sulit diprediksi hasilnya oleh karena interaksi antarsiswa muncul secara spontan,sehingga hasil dan arah diskusi sulit ditentukan.Disusi biasanya memerlukan waktu yang cukup panjang padahal waktu pembelajaran didalam kelas sangat terbatas .Menurut Davies (1984:239) keunggulan metode diskusi terletak pada efektivitasnya untuk mencapai tujuan –tujuan pembelajaran tingkat tinggi dan tujuan pembelajaran ranah afektif. Karena itu, ada tiga macam tujuan pembelajaran yang cocok melalui penggunaan metode diskusi:



Adapun berikut ini akan dipaparkan lebih jelasnya lagi mengenai kelebihan metode diskusi dalam pembelajaran sebagai berikut:
a. Mendididk siswa untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati pembaharuan suatu problem bersama-sama.
c. Melatih siswa untuk berdiskusi dibawah asuhan guru.
d. Merangsang siswa untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri,menyetujui atau menantang pendapat teman-temannya.
e. Membina suatu perasaan tanggungjawab mengenai suatu pendapat,kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil.
f. Mengembangkan rasa solidaritas atau toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali.
g. Membina siswa untuk berfikir matang-matang sebelum berbicara.
h. Diskusi bukan hanya menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis.
i. Dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan siswa mengenai suatu problem akan bertambah luas.
Adapun kelemahan metode diskusi dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Tidak semua topic dapat dijadikan metode diskusi hanya hal-hal yang bersifat problematic saja yang dapat didiskusikan.
b. Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu.
c. Sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi.
d. Biasanya tidak semua siswa berani untuk menyatakan pendapat sehingga waktu akan terbuang karena menunggu siswa mengemukakan pendapat.
e. Pembicara dalam diskusi didominasi oleh siswa yang berani dan telah biasa berbicara.
f. Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antar kelompok diskusi.
4) Metode Simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau berbuat seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya.
Gladi resik merupakan salah satu contoh simulasi, yakni memperagakan proses terjadinya suatu upacara tertentu sebagai latihan untuk upacara sebenarnya supaya tidak gagal dalam waktunya nanti. Demikian juga untuk mengembangkan pemahaman dan penghayatan terhadap suatu peristiwa, penggunaan simulasi akan sangat bermanfaat.
Metode simulasi bertujuan untuk:
a. melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari,
b. memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip,
c. melatih memecahkan masalah,
d. meningkatkan keaktifan belajar,
e. memberikan motivasi belajar kepada siswa,
f. melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok,
g. menumbuhkan daya kreatif siswa, dan
h. melatih siswa untuk mengembangkan sikap toleransi.
Jenis-jenis Simulasi :
Simulasi terdiri dari beberapa jenis, di antaranya:
a. Sosiodrama. Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya.
b. Psikodrama. Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis. Psikodrama biasanya digunakan untuk terapi, yaitu agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya, menemukan konsep diri, menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang dialaminya.
c. Role Playing. Role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Topik yang dapat diangkat untuk role playing misalnya memainkan peran sebagai juru kampanye suatu partai atau gambaran keadaan yang mungkin muncul pada abad teknologi informasi.
d. Peer Teaching. Peer teaching merupakan latihan mengajar yang dilakukan oleh siswa kepada teman-teman calon guru. Selain itu peer teaching merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan seorang siswa kepada siswa lainnya dan salah satu siswa itu lebih memahami materi pembelajaran.
e. Simulasi Game. Simulasi game merupakan bermain peranan, para siswa berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu melalui permainan dengan mematuhi peraturan yang ditentukan.
Langkah-langkah Simulasi
a. Persiapan Simulasi




b. Pelaksanaan Simulasi




c. Penutup


Wina Sanjaya (2007) menyatakan bahwa terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dengan menggunakan simulasi sebagai metode mengajar.
Kelebihan Model pembelajaran ini di antaranya adalah:
a. Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.
b. Simulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui simulasi siswa diberi kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topik yang disimulasikan.
c. Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.
d. Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.
e. Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses permbelajaran.
Kelemahan model pembelajaran ini, di antaranya adalah:
a. Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan di lapangan.
b. Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.
c. Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering memengaruhi siswa dalam melakukan simulasi.
5) Metode Simposium
Simposium adalah serangkaian pidato pendek di depan pengunjung dengan seorang pemimpin. Simposium menampilkan beberapa orang pembicara dan mereka mengemukakan aspek-aspek pandangan yang berbeda dan topik yang sama. Dapat juga terjadi, suatu topik persoalan dibagi atas beberapa aspek, kemudian setiap aspek disoroti tersendiri secara khusus, tidak perlu dari berbagai sudut pandangan.
Pembicara dalam simposium terdiri dari pembicara (pembahas utama) dan penyanggah (pemrasaran banding), dibawah pimpinan seorang moderator. Pendengar diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan atau pendapat setelah pembahas utama dan penyanggah selesai berbicara. Moderator hanya mengkoordinasikan jalannya pembicaraan dan meneruskan pertanyaan-pertanyaan, sanggahan atau pandangan umum dari peserta. Hasil simposium dapat disebar luaskan, terutama dari pembahas utama dan penyanggah, sedangkan pandangan-pandangan umum yang dianggap perlu saja.
a. Penggunaan simposium
Simposium dapat digunakan :




b. Kelebihan dan Kelemahan dari metode symposium
Kelebihan :




Kelemahan :









6) Metode Tanya Jawab (Question & Answer)
Adapun bentuk tanya jawab dapat dibagi ke dalam empat jenis:
a. Pertanyaan yang bersifat mencari informasi (Informational questions).
b. Pertanyaan tertutup (Close-ended questions), yaitu pertanyaan yang tidak perlu dipertimbangkan apakah harus dijawab dengan jawaban yang penjang lebar atau yang singkat. Hanya perlu dijawab dengan betul atau salah.
c. Pertanyaan yang menuntut pemikiran (Three dimensional questions), yaitu pertanyaan yang bukan hanya menuntut fakta, melainkan selangkah lebih maju untuk menunjuk sebab, arti, dan perasaan.
d. Pertanyaan terbuka (Open-ended questions), dimana murid sendiri mengalami hal tersebut, dan menjawab pertanyaan sesuai dengan kebenaran yang diterima mereka secara pribadi.
Adapun prinsip-prinsip dalam mengajukan pertanyaan adalah sebagai berikut:
a. Pertanyaan harus jelas, singkat, dan sesuai dengan tingkat penerimaan murid.
b. Jangan terlalu banyak mengajukan pertanyaan betul salah.
c. Terlebih dahulu ajukan pertanyaan kepada semua murid. Baru kemudian sebutkan nama salah seorang murid untuk menjawab, tetapi jangan memanggil secara berurutan.
d. Tentu saja boleh memberi kebebasan kepada murid untuk menjawab pertanyaan, tetapi perhatikanlah jangan sampai sebagian orang terus-menerus menjawab pertanyaan. Sebaiknya berikan kesempatan pada setiap murid untuk berpartisipasi.
e. Setelah bertanya, berikan waktu yang cukup untuk berpikir. Guru jangan terburu-buru memberikan jawaban.
f. Jikalau jawaban murid salah, jangan ditegur atau ditertawakan. Sedapat mungkin pujilah kelebihannya dan perbaiki kesalahannya dengan cara yang bijaksana.
g. Jikalau murid tidak dapat menjawab pertanyaan yang telah diajukan, jangan menunggu terlalu lama. Undang murid lain untuk menjawab.
h. Jangan menambahkan pertanyaan lain dalam pertanyaan yang kita ajukan.
i. Dapat menjelaskan pertanyaan dengan mengajukan pertanyaan lain.
Pertanyaan harus dipersiapkan terlebih dahulu. Untuk memberikan pertanyaan yang baik, perlu menyediakan waktu untuk mempersiapkannya
7) Metode Debat
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
8) Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah suatu cara pengelolaan pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Dalam metode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang obyek yang dipelajarinya. Di dalam TIK, percobaan banyak dilakukan pada pendekatan pembelajaran analisis sistem terhadap produk teknik atau bahan.
Percobaan dapat dilakukan melalui kegiatan individual atau kelompok. Hal ini tergantung dari tujuan dan makna percobaan atau jumlah alat yang tersedia. Percobaan ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, bila alat yang tersedia hanya satu atau dua perangkat saja.
Dengan eksperimen dimaksudkan bahwa guru atau siswa mencoba mengerjakan sesuatu serta mengamati proses dan hasil proses itu. Dengan eksperimen kita bisa memperoleh jawaban tentang : Bagaimana kita tahu bahwa itu benar? Cara manakah yang merupakan cara terbaik ? Apakah yang akan terjadi ? Terjadi dari bahan apa ? Di dalam pelaksanaanya metode eksperimen dapat dirangkaikan dengan demonstrasi.
Beberapa keuntungan dan batas-batas metode Eksperimen adalah sebagai berikut:
a. Siswa dapat aktif mengambil bagian berbuat untuk dirinya sendiri. Murid tidak hanya melihat seseorang menyelesaikan sesuatu eksperimen tetapi juga dengan berbuat ia memperoleh kepandaian-kepandaian yang diperlukan.
b. Siswa mendapat kesempatan *yang sebesar-besarnya untuk melaksanakan langkah langakah dalam cara-cara berpikir ilmiah. Ramalan-ramalan atau hipotesis-hipotesis dapat diuji kebenarannya dengan mengumpulkan data-data hasil observasi, kemudian menafsirkannya dan terakhir siswa membuat kesimpulan-keimpulan dari hasil observasi tersebut.
9) Metode Role Play
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
a. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
b. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
c. Guru dapat mengevaluasi pemahama n tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
d. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
10) Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
a. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
b. Berpikir dan bertindak kreatif.
c. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
d. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
e. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
f. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi dengan tepat.
g. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
a. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
b. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.
B. PENDEKATAN PEMBELAJARAN KIMIA
1. Pengertian Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
1) Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2) Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4) Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
2. Jenis-jenis Pendekatan Pembelajaran
1) Pendekatan Konsep
a. Konsep adalah buah pikiran yang dimiliki seseorang.
b. Konsep timbul sebagai hasil pengalaman manusia dengan menggunakan lebih dari satu benda, peristiwa atau fakta. Konsep berupa generalisasi
c. Konsep ialah hasil berpikir abstrak manusia
d. Konsep merupakan perkaitan fakta-fakta atau pemberian pola pada fakta-fakta.
e. Suatu konsep bisa dianggap kurang tepat dan harus mengalami perubahan
Beberapa ciri konsep, diantaranya yaitu :
a. Konsep dapat berupa symbol atau generalisasi
b. Beberapa konsep dapat digabungkan menghasilkan prinsip ilmiah
c. Konsep merupakan suatu konsep konkretatau konsep abstrak
d. Konsep dapat mengalami modifikasi
Ada beberapa alasan perlu diterapkannya pendekatan konsep, yaitu:
a. Ilmu kimia memuat konsep-konsep. Hasil pembelajaran kimia pada dasarnya adalah belajar konsep
b. Hasil penelitian : fakta-fakta yang terlepas-lepas akan cepat dilupakan, tetapi konsep ilmiah akan lebih lama diingat
c. Konsep yang telah dipahami dengan benar akan dapat diterapkan pada situasi baru
Jadi definisi pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik meguasai konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi)
Bagaimana Pendekatan Konsep dalam Kegiatan Pembelajaran Kimia
Contoh
1. Bahan kajian :
Sifat Keperiodikan Unsur
(Kelas X /Semester 1)
Pengalaman Belajar Siswa:
(Mengkaji keteraturan keelektronegatifan dalam satu periode dan satu golongan berdasarkan data atau tabel)
Lihat buku Kimia 1 : Amati tabel 5.5 halaman 83
Tabel 5.5 Keelektronegatifan Beberapa Unsur
Li 1,0 | Be 1,5 | B 2,0 | C 2,5 | N 3,0 | O 3,5 |
Na 0,9 | Mg 1,2 | Al 1,5 | Si 1,8 | P 2,1 | S 2,5 |
K 0,8 | Ca 1,0 | Sc 1,3 | Ge 1,8 | As 2.0 | Se 2,4 |
Rb 0,8 | Sr 1,0 | Y 1,2 | Sn 1,8 | Sb 1.9 | Te 2,1 |
Pertanyaan guru :
1. Apa yang dapat diamati dari tabel tersebut?
2. Bagaimana keelektronegatifan unsur dalam satu periode?
3. Bagaimana keelektronegatifan unsur dalam satu golongan?
4. Apakah ada keteraturan pada sifat keeletronegatifan unsur tersebut ?
5. Jadi, apa yang dapat disimpulkan dari sifat keelektronegatifan unsur dari tabel atas
Konsep:(yang didapat dari pengalaman belajar tsb)
a. Keelektronegatifan unsur dalam satu periode
b. Keelektronegatifan unsur dalam satu golongan
Karena adanya keteraturan pada sifat keelektronegatifan unsur tersebut, maka :
c. Keelektronegatifan merupakan salah satu sifat keperiodikan unsur
2) Pendekatan Keterampilam Proses
Ada beberapa alasan yang melandasi perlunya diterapkan pendekatan keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar setiap hari. Alasannya yaitu :
a. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Jika para guru masih bersikap “mau mengajarkan” semua fakta dan konsep dari berbagai cabang ilmu, maka sudah jelas target itu tidak akan tercapai. Jika guru bersikeras pada sikap ini, maka satu-satunya jalan pemecahan yang umum dilakukan ialah menjejalkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Dengan demikian, guru akan bertindak sebagai satu-satunya sumber informasi yang penting. Karena terdesak waktu untuk mengejar pencapaian kurikulum, maka guru akan memilih jalan yang termudah, yakni menginformasikan fakta dan konsep melalui metode ceramah. Akibatnya, para siswa memiliki banyak pemgetahuan tetapi tidak dilatih untuk menemukan pengetahuan, tidak dilatih untuk menemukan konsep, dan tidak dilatih untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
b. Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh kongkret, contoh-contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dengan mempraktekan sendiri upaya penemuan konsep melalui perlakuan terhadap kenyataan fisik, melalui penanganan benda-benda yang benar-benar nyata. Tugas guru bukanlah memberikan pengetahuan, melainkan menyiapkan situasi yang menggiring anak untuk bertanya, mengamati, mengadakn eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep sendiri.
c. Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar seratus persen, penemuannya bersifat relatif. Anak perlu dilatih untuk selalu bertanya, berpikir kritis, dan mengusahakan kemungkinan-kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah. Dengan kata lain anak perlu dibina berpikir dan bertindak secara kreatif.
d. Dalam proses belajar-mengajar seyogyanya pengembangan konsep tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.
Berdasarkan alasan diatas dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses merupakan teknik pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang telah ada dalam diri siswa.
Funk (dalam Moedjiono Dkk. 2002) mengungkapkan bahwa: (1) Pendekatan proses memberikan kepada siswa pengertian yang tepat tentang hakekat ilmu pengetahuan. Siswa dapat mengalami rangsangan ilmu pengetahuan dan dapat lebih baik mengerti fakta dan konsep ilmu pengetahuan. (2) Mengajar dengan keterampilan proses berarti memberi kesempatan siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceriterakan atau mendengarkan ceritera tentang ilmu pengetahuan. Di sisi yang lain, siswa merasa bahagia sebab mereka aktif dan tidak menjadi si pelajar yang pasif, dan (3) menggunakan keterampilan proses untuk mengajar ilmu pengetahuan, membuat siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.
PKP memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara nyata bertindak sebagai seorang ilmuwan. Konsekuensi yang harus diterima dengan penerapan PKP ini, guru tidak saja dituntut untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses dan memperoleh ilmu pengetahuan. Lebih dari pada itu, guru hendaknya juga menanamkan sikap dan nilai sebagai ilmuwan kepada para siswanya.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian tentang Pendekatan keterampilan Proses ini adalah berikut.
a. PKP sebagai wahana penemuan dan pengembangan fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan pada diri siswa.
b. Fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan siswa berperan pula menunjang pengembangan keterampilan proses pada diri siswa, dan
c. Interaksi antara pengembangan keterampilan proses dengan fakta, konsep serta prinsip ilmu pengetahuan, pada akhirnya akan mengembangkan sikap dan nilai ilmuwan pada diri siswa. Dengan demikian unsur keterampilan proses, ilmu pengetahuan, serta sikap dan nilai yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran yang menerapkan PKP, saling berinteraksi dan berpengaruh satu dengan yang lain.
Ada berbagai keterampilan dalam keterampilan proses, keterampilan-keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan-keterampilan dasar (basic skills) dan keterampilan-keterampilan terintegrasi (integrated skills). Keterampilan-keterampilan dasar terdiri dari enam keterampilan, yakni: mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Sedangkan keterampilan-keterampilan terintegrasi terdiri dari: mengindentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan keterhubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengelolah data, menganalisa penelitian, menyusun hipotesa, mendinifisikan variabel secara operasional, merancang penelitian, dan melaksanakan eksperimen. (Funk, dalam Moedjiono, dkk)
Sejumlah keterampilan proses yang dikemukakan oleh Funk di atas, dalam kurikulum 1984 (Pedoman Proses Belajar Mengajar) dikelompokkan menjadi tujuh keterampilan proses. Adapun 7 (tujuh) keterampilan proses tersebut adalah mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian dan mengkomunikasikan. (Depdikbud., 1986b:9-10)
Funk (dalam Moedjiono, dkk. 2001 ) lebih lanjut mengemukakan, meskipun keterampilan-keterampilan tersebut saling bergantung, masing-masing menitikberatkan pada pengembangan suatu area keterampilan khusus. Selain itu, keterampilan-keterampilan proses dasar, menyediakan suatu landasan keterampilan-keterampilan terintegrasi yang lebih kompleks. Dari pernyataan dalam dua kalimat sebelumnya, kita dapat memperoleh gambaran bahwa keterampilan-keterampilan proses suatu saat dapat dikembangkan secara terpisah akan tetapi saat yang lain harus dikembangkan secara terpisah akan tetapi saat yang lain harus dikembangkan secara terintegrasi satu dengan yang lain. Keterampilan-keterampilan proses yang perlu dikembangkan, tidak dapat dikembangkan pada semua bidang studi untuk semua keterampilan yang ada. Hal ini menuntut adanya kemampuan guru mengenal karakteristik bidang studi dan pemahaman terhadap masing-masing keterampilan proses. Penjelasan dari tiap-tiap keterampilan proses, akan terurai pada pembahasan berikut ini :
a. Mengamati
Melalui mengamati kita dapat belajar tentang dunia sekitar kita yang fantastis,manusia mengamati objek-objek dengan fenomena alam melalui panca indera (penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman,dan perasa/pengecap). Informasi yang kita peroleh dapat menuntun keingintahuan, mempertanyakan, memikirkan, melakukan, interprestasi tentang lingkungan kita, dan meneliti lebih lanjut. Selain itu, kemampuan mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam memproses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakan hal esensial untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan proses lain. Mengamati merupakan tanggapan kita terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan menggunakan panca indera, dengan kata lain melalui observasi kita mengumpulkan data tentang tanggapan-tanggapan kita. (Funk, 1985:4; Gage dan Berliner, 1984: 349).
Mengamati memiliki dua sifat utama, yakni sifat kualitaif dan kuantitatif. Mengamati bersifat kualitatif apabila dalm pelaksanaannyahanya menggunakan panca indera untuk memperoleh informasi. Contoh kegiatan mengamati yang yang bersifat kualitatif adalah menentukan warna (penglihatan), mengenali suara jengkerik (pendengaran), membandingkan rasa pemanis gula dengan sakarin (pengecap), menentukan struktur suatu objek (perabaan), mengenal bau tajam ammonia(penciuman). Contoh kegiatan yang bersifat kuantitatif ialah menghitung panjang ruang kelas dengan satuan ukuran tegel, menentukan titik didih air dengan menggunakan thermometer.
b. Mengklasifikasikan
Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilahkan berbagai objek dan / peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan golongan / kelompok sejenis dari objek dan / peristiwa yang dimaksud. Contoh kegiatan yang menampakkan keterampilan mengklasifikasikan adalah mengklasifikasikan makhluk hidup selain manusia menjadi dua kelompok: binatang dan tumbuhan, mengklasifikasikan binatang beranak dan bertelur, mengklasifikasikan cat berdasarkan warna, dan kegiatan lain yang sejenis.
c. Mengkomunikasikan
Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, dan / suara visual. Contoh-contoh kegiatan dari mengkomunikasikan adalah mendiskusikan masalah, membuat laporan, membaca peta, dan kegiatan lain yang sejenis.
d. Mengukur
Mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu dengan yang ditetapkan sebelumnya. Contoh-contoh kegiatan yang menampakkan keterampilan mengukur antara lain: mengukur panjang garis, mengukur berat badan, mengukur temperatur kamar, dan kegiatan lain yang sejenis.
e. Memprediksi
Mempredikasi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal akan terjadi pada waktu yang akan datang berdasarkan perkiraan atas pola atau kecenderungan tertentu, atau keterhubungan antara fakta, konsep dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.
Kegiatan-kegiatan yang dapat digolongkan sebagai keterampilan memprediksi, antara lain: berdasarkan pola-pola waktu terbitnya matahari yang telah diobservasi dapat di prediksikan terbitnya matahari pada tanggal tertentu, memprediksiakn waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak tertentu dengan menggunakan kendaraan yang kecepatannya tertentu, dan kegiatan lain yang sejenis.
f. Menyimpulkan
Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan suatu peristiwa atau objek berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang diketahui. Kegiatan-kegiatan yang menampakkan keterampilan menyimpulkan antara lain: berdasarkan pengamatan diketahui bahwa api lilin mati setelah ditutup dengan gelas rapat-rapat, siswa menyimpulkan bahwa lilin dapat menyala bila ada udara yang mengandung oksigen.
g. Merancang penelitian
Merancang penelitian dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mendeskripsikan variable-variabel yang dimanipulasi dan direspon dalam penelitian secara operasional, kemungkinan dikontrolnya variable, hipotesis yang diuji dan cara mengujinya serta hasil yang diharapkan dari penelitian yang dilaksanakan.
Contoh kegiatan yang tercakup dalam keterampilan merancang penelitian antara lain: menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, menggambarkan hubungan antara variabel dan kegiatan yang lain.
h. Bereksperimen
Bereksperimen dapat diartikan sebagai keterampilan untuk dapat mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan, sehingga dapat diperoleh informasi yang menerima dan menolak ide-ide itu. Contoh-contoh yang menampakkan keterampilan bereksperimen, antara lain: menguji kebenaran pernyataan bahwa semua zat dapat memuai bila terkena panas, menanam tanaman yang terkena sinar matahari langsung dan yang tidak terkena matahari langsung dan jenis kegiatan yang lain.
3) Pendekatan Lingkungan
Beberapa pendapat mengenai konsep pendekatan lingkungan adalah sebagai berikut:
a. Karli H dan Margaretha (2002: 97), mengatakan bahwa: "pende-katan lingkungan adalah suatu strategi pembelajaran yang meman-faatkan lingkungan sebagai sasaran belajar, sumber belajar, dan sarana belajar. Hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah lingkungan, dan untuk menanamkan sikap cinta ling-kungan".
b. Rustaman N (2005:94) mengatakan bahwa "Penggunaan pende-katan lingkungan berarti mengaitkan lingkungan dalam suatu proses belajar mengajar. Lingkungan digunakan sebagai sumber belajar ".
c. Hadiat (1976: 197) mengatakan bahwa: "Pendekatan lingkungan ialah pendekatan melalui lingkungan anak, mendasarkan pelajaran atas keadaan tempat sehari-hari anak-kebun, sawah, hutan, sungai, kampung, industri, alat-alat rumah dan lain sebagainya. Bahan pelajaran disusun atas dasar lingkungan itu".
d. Nasution N (2000: 5.26), mengatakan: "Pendekatan lingkungan atau karyawisata adalah pendekatan yang berorientasi pada alam bebas dan nyata, tidak selalu harus ke tempat yang jauh, dapat dilakukan di alam sekitar sekolah".
Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pengajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan itu esensinya adalah menggunakan atau memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar untuk keperluan pengajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Berkaitan dengan pendekatan lingkungan ini, UNESCO (dalam Mulyasa, 2005b:102) mengemukakan jenis-jenis lingkungan yang dapat didayagunakan oleh peserta didik untuk kepentingan pembelajaran yaitu:
a. Lingkungan yang meliputi faktor-faktor fisik, biologi, sosio ekonomi, dan budaya yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung, dan berinteraksi dengan kehidupan peserta didik.
b. Sumber masyarakat yang meliputi setiap unsur atau fasilitas yang ada dalam suatu kelompok masyarakat.
c. Ahli-ahli setempat yang meliputi tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan khusus dan berkaitan dengan kepentingan pembelajaran.
Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Membawa peserta didik ke lingkungan untuk kepentingan pembelajaran. Hal ini bisa dilakukan dengan metode karyawisata, metode pemberian tugas, dan lain-lain.
b. Membawa sumber-sumber dari lingkungan ke sekolah (kelas) untuk kepentingan pembelajaran. Sumber tersebut bisa sumber asli. Seperti nara sumber. Bisa juga sumber tiruan, seperti: model, dan gambar (Muslim, 2007:3)
c. Guru sebagai pemandu pembelajaran dapat memilih lingkungan dan menentukan cara-cara yang tepat untuk mendayagunakannnya dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan tema dan lingkungan yang akan didayagunakan hendaknya didiskusikan dengan peserta didik.
Pendekatan lingkungan dalam Kegiatan Pembelajaran Kimia


Perlunya Pendekatan Lingkungan dalam pembelajaran kimia
a. Pembelajaran kimia yang berorientasi pada lingkungan siswa akan memberi kesempatan siswa memahami proses kimia yang berkaitan dengan lingkungannya menumbuhkan kesadaran keberadaannya dalam ekosistemnya
b. Lingkungan hidupsebagai sarana pendidikan memberikan keuntungan:
a) pengamatan langsung akan memberi dorongan untuk memiliki pengetahuan lebih jauh tentang masalah yang dihadapi;
b) alat tidak perlu dibeli dengan biaya mahal;
c) dapat digunakan setiap waktu dan terdapat dimana-mana
4) Pendekatan Sejarah
Pendekatan sejarah menjelaskan dari segi mana kajian sejarah hendak dilakukan, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkannya, dan lain sebagainya. Deskripsi dan rekonstruksi yang diperoleh akan banyak ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipergunakan. Pengetahuan akan sejarah meliputi kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berfikir secara historis.
Sejarah kimia dapat dianggap dimulai dengan pembedaan kimia dengan alkimia oleh Robert Boyle melalui karyanya The Sceptical Chymist (1661). Baik alkimia maupun kimia mempelajari sifat materi dan perubahan-perubahannya tapi, kebalikan dengan alkimiawan, kimiawan menerapkan metode ilmiah. Sejarah kimia bertautan dengan sejarah termodinamika, terutama melalui karya Willard Gibbs.
Alkimiawan menemukan banyak proses kimia yang menuntun pada pengembangan kimia modern. Seiring berjalannya sejarah, alkimiawan-alkimiawan terkemuka (terutama Abu Musa Jabir bin Hayyan dan Paracelsus) mengembangkan alkimia menjauh dari filsafat dan mistisisme dan mengembangkan pendekatan yang lebih sistematik dan ilmiah. Alkimiawan pertama yang dianggap menerapkan metode ilmiah terhadap alkimia dan membedakan kimia dan alkimia adalah Robert Boyle (1627–1691). Walaupun demikian, kimia seperti yang kita ketahui sekarang diciptakan oleh Antoine Lavoisier dengan hukum kekekalan massanya pada tahun 1783. Penemuan unsur kimia memiliki sejarah yang panjang yang mencapai puncaknya dengan diciptakannya tabel periodik unsur kimia oleh Dmitri Mendeleyev pada tahun 1869.
Pendekatan sejarah dalam pembelajaran kimia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sejarah adalah kejadian yang terjadi pada masa lalu
b. Isi pelajaran kimia dikaitkan dengan sejarah dan penerapan kimia
c. Penyusunan bahan ajar berkisar pada suatu tema atau topik yang bersangkutan dengan topik.
Untuk menunjukan pada siswa bahwa segala pemecahan masalah di alam itu berlangsung lambat, tingkat demi tingkat, dan kerap kali minta ketekunan dan pengorbanan. Dari pendekatan sejarah banyak ketrampilan yang dapat diambil, diantaranya:
a. Mengamati, yaitu melakukan pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa dengan mengugunakan indera.
b. Menafsirkan pengamatan, yaitu menarik kesimpulan tentatif dari data yang dicatatnya.
c. Meramalkan, yaitu prakiraan yang didasasrkan pada hasil pengamata yang reliabel.
d. Menggunakan alat dan bahan, yaitu mengetahui konsep dan menggunakan alat dan bahan.
e. Menerapkan konsep, yaitu menggunakan generalisasi yang telah dipelajarinya pada situasi baru, atau untuk menerangkan apa yang diamatinya.
f. Merencanakan penelitian, yaitu merancang kegiatan yang dilakukan untuk menguji hipótesis, memeriksa kebenaran atau memperlihatkan prinsip-prinsip atau fakta-fakta yang telah diketahuinya.
g. Mengkomunikasikan hasil penelitian, yaitu keterampilan menyampaikan gagasan atau hasil penemuannya kepada orang lain.
h. Mengajukan pertanyaan, yaitu bertanya apa, mengapa, dan bagaimana, pertanyaan untuk meminta penjelasan dan pertanyaan yang berlatar hipótesis.
Penerapan pendekatan sejarah dalam kegiatan pembelajaran kimia dapat dilakukan dengan cara:
a. Menyampaikan bahan ajar didasarkan atas metode ilmiah. Menyampaikan bahan ajar didasarkan atas metode ilmiah
a) Merencanakan eksperimen
b) Mengumpulkan hasil pengukuran
c) Hukum diturunkan sebagai hasil dari adanya keteraturan dalam suatu kumpulan data percobaan
d) Hukum harus dapat diterangkan dengan mengajukan hipotesa.
e) Hipotesa perla di uji kebenarannya, bila persesuaian yang terus menerus ditemukan, maka: hipotesa → teori
b. Menyampaikan bahan ajar didasarkan atas biografi para ilmuan.
Dengan mempelajari biografi para ilmuan siswa diharapkan dapat:
a) Mengambil tauladan tentang keuletan dan ketekunan dalammelakukan penelitian.
b) Mempunyai keinginan untuk maju walaupun banyak hambatan dan rintangan dalam hidupnya.
c. Mengurutkan penyampaian bahan ajar didasarkan atas perkembangan secara rekapitulasi sejarah.
Berikut ini adalah salah satu contoh sejarah kimia :

Pada zaman ini, manusia purba telah banyak mengenal unsur – unsur kimia seperti besi (Fe), emas (Au), perak (Ag), dll yang digunakan sebagai peralatan kehidupan sehari – hari seperti senjata, perkakas, tong, bahkan juga cermin. Selain itu, orang Mesir dan Mesopotamia juga mampu mengolah bijih logam menjadi logam dan membuat barang – barang dari keramik dan gelas.

Ilmu kimia tumbuh dan berkembang berdasarkan eksperimen – eksperimen yang telah dilakukan oleh ilmuwan kimia. Untuk mengikuti perkembangan ilmu kimia yang sangat pesat, belajar sejarah kimia merupakan kegiatan yang membantu untuk pembentukan pengetahuan kimia berdasarkan penemuan – penemuan terdahulu.
Dari pendekatan sejarah, siswa dapat mengembangkan pikirannya untuk mengetahui lebih jauh tentang apa yang telah dilakukan ilmuwan terdahulu. Selain itu, siswa dapat mengambil teladan tentang keuletan dan ketekunan dari ilmuwan dalam melakukan penelitian dan adanya keinginan untuk meju walawpun banyak rintangan dan hambatan dalam hidupnya.

Penggunan secara berlebihan dapat mengakibatkan siswa terlalu berpandangan kebelakang, sehingga dapat menghambat imajinasi untuk pengembangan ilmu kimia dimasa yang akan datang.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam merencanakan pembelajaran dengan pendekatan sejarah:
a. Sejarah yang akan diajarkan harus dinyatakan secara tegas dan lengkap.
b. Sejarah yang akan disampaikan harus sesuai dengan materi yang disampaikan.
c. Guru harus kaya bacaan tentang sejarah ditemukannya konsep – konsep kimia.
5) Pendekatan STS
Di dalam kegiatan belajar ini, kita mengenal pengertian STS dan pengertian pendekatan STS. Pengertian STS memberi gambaran kepada kita bahwa sains/IPA dan teknologi mempunyai kaitan yang erat. Selain itu, keduanya juga mempunyai kaitan yang erat dengan respon masyarakat. Dengan pengertian bahwa adanya suatu perubahan teknologi akan dapat menyebabkan perubahan sosial, begitu pula sebaliknya. Hal ini berarti ada jaringan hubungan antara sains, teknologi dan sistem-sistem sosial yang saling pengaruh mempengaruhi.
Kemudian pendekatan STS, memberi gambaran kepada kita bahwa hendaknya suatu pembelajaran fisika itu didekati melalui sains, teknologi dan masyarakat. Artinya dalam suatu pembelajaran sains, selain menekankan pada pemahaman terhadap konsep sains, juga perlu melibatkan pemahaman siswa terhadap hasil produk teknologi yang terkait, serta manfaatnya bagi masyarakat.
Munculnya berbagai pendekatan dalam pembelajaran sains, khususnya pendekatan STS, didasarkan pada suatu kesulitan yang banyak dihadapi oleh pembuat kurikulum, guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah. Selain itu dengan menggunakan pendekatan STS ini, diasumsikan akan dapat memberi peluang kepada siswa untuk belajar lebih bermakna, bermanfaat dan menyenangkan.
Guru mempunyai peranan penting dalam membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Hal ini diperlukan agar siswa dapat membuat suatu keputusan yang bertanggung jawab mengenai isu-isu sosial, khususnya isu yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu cara yang populer untuk memperkenalkan siswa dengan isu-isu sosial itu adalah dengan meminta kepada siswa untuk membawa artikel-artikel tentang sains, teknologi dan penggunaannya dalam masyarakat di dalam kelas sains. Dengan kata lain siswa diberi pengarahan dan kesempatan yang cukup, agar mereka dapat meneliti isu-isu itu dengan cara mengumpulkan fakta-fakta, merumuskan pendapat-pendapat mereka dan menarik suatu kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Berdasarkan deskripsi uraian di atas maka salah satu pendekatan yang dipandang tepat untuk digunakan dalam suatu pembelajaran kimia adalah pendekatan STS atau STM. Karena pendekatan ini selalu mengaitkan antara sains, teknologi dan penggunaan sains dan teknologi itu dalam masyarakat. Dengan penggunaan pendekatan itu di dalam pembelajaran kimia maka dalam proses pembelajarannya, kita mempunyai konsekuensi bahwa selain kita menanamkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep atau prinsip-prinsip kimia, kita perlu juga menanamkan pemahaman siswa terhadap teknologi yang berkaitan dengan konsep itu, dan kemungkinan penggunaannya di lingkungan masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, guru yang menyajikan materi kimiadengan menggunakan pendekatan STS perlu memperhatikan beberapa hal, di antaranya adalah: deskripsi materi kimia yang akan disajikan, diskripsi teknologi yang berkaitan dengan materi kimia, penggunaan teknologi itu di dalam masyarakat dan kemungkinan adanya sikap serta permasalahan yang timbul akibat dari penggunaan teknologi itu di dalam masyarakat.
Deskripsi dari materi itu dapat meliputi antara lain: uraian konsep, penggunaan rumus, penyajian soal dan sebagainya. Kemudian deskripsi teknologi dapat meliputi: kegunaan teknologi, bagan gambar dari produk teknologi itu, prinsip kerjanya dan keterkaitan antara teknologi itu sendiri dengan materi yang disajikan dalam pembelajaran kimia.
6) Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving Approach)
Pemecahan masalah merupakan bagian kurikulum dari kimia yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan kimia penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.
Menurut Polya(1957), solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkahyang telah dikerjakan.
Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara lansung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seseorang anak dan anak tersebut lansung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah. Untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang diberi banyak latihan pemecahan masalah memiliki nilai lebih tinggi dalam tes pemecahan masalah dibandingkan anak yang latihannya lebih sedikit. Dan adanya rasa tertarik untuk menghadapi tantangan dan tumbuhnya kemauan untuk menyelesaikan tantangan tersebut, merupakan modal utama dalam pemecahan masalah. Suatu masalah dapat di pandang sebagai masalah merupakan hal yang sangat relatif.
Berbicara pemecahan masalah tidak bisa dilepaskan dari tokoh utamanya yaitu George Polya. Menurut Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu :
a) Memahami masalah;
b) Merencanakan pemecahannya;
c) Menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua; dan
d) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).
Berikut ini strategi pemecahan
a. Strategi Act It Out
Strategi ini dapat membantu dalam proses visualisasi masalah yang tercakup dalam soal yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya, strategi ini dilakukan dengan menggunakan gerakan-gerakan fisik atau dengan menggerakkan benda-benda kongkrit. Gerakan bersifat fisik ini dapat membantu atau mempermudah siswa dalam menemukan hubungan antara komponen-komponen yang tercakup dalam suatu masalah.
b. Menemukan Pola
Kegiatan matematika yang berkaitan dengan proses menemukan suatu pola dari sejumlah data yang diberikan, dapat dimulai dilakukan melalui sekumpulan gambar atu bilangan.
a. Memperhatikan Semua Kemungkinan Secara Sistematik
Strategi ini biasanya digunakan bersamaan dengan strategi mencari pola dan menggambar tabel.
b) Tebak dan Periksa (Guess and Check)
Strategi menebak yang dimaksudkan di sini adalah menebak yang didasarkan pada alasan tertentu secara kehati-hatian. Selain itu, untuk dapat melakukan tebakan dengan baik seseorang perlu memiliki pengalaman cukup yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi.
c) Strategi Kerja Mundur
Suatu masalah kadang-kadang disajikan dalam suatu cara sehingga yang diketahui itu sebenarnya merupakan hasil dari suatu proses tertentu,sedangkan komponen yang ditanyakan merupakan komponen yang seharusnya muncul lebih awal.
d) Menentukan yang Di ketahui ,yang Ditanyakan, dan Informasi yang Diperlukan
Strategi ini merupakan penyelesaian yang sangat terkenal sehingga seringkali muncul dalam buku-buku matematika sekolah.
e) Menggunakan Kalimat Terbuka
Untuk sampai pada kalimat yang dicari, seringkali harus melalui penggunaan strategi lain, dengan maksud agar hubungan antar unsur yang terkandung di dalam masalah dapat di lihat secara jelas. Setelah itu baru dibuat kalimat terbukanya.
f) Menyelesaikan Masalah yang Mirip atau Masalah yang Lebih Mudah
Untuk menyelesaikan permasalahan dengan pola yang cukup kompleks, dapat dilakukan dengan menggunakan analogi melalui penyelesaiaan masalah yang mirip atau masalah yang lebih mudah.
g) Mengubah Sudut Pandang
Strategi seringkali digunakan setelah kita gagal untuk menyelesaikan masalah dengan strtegi lain.
C. MODEL – MODEL PEMBELAJARAN
1. Pengertian Model Pembelajaran
Model - model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan prinsip dan teori ilmu pengetahuan. Para ahli menyusun model - model pembelajaran berdasarkan prinsip -prinsip pendidikan, teori - teori psikologis, sosiologis, psikiatri, analisissistem atau teori -teori lain ( Joyce dan Weil 1980 ). Joyce dan Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk memebentuk kurikulum ( rencana pembelajaran jangka panjang ), merancang bahan - bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain ( Joyce dan Weil, 1980 : 1 ). Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.
Sebuah model adalah gambaran mental yang membantu kita memahami sesuatu yang kita tidak dapat melihat atau pengalaman langsung. ( Dorin, Demmin & Gabel, 1990 ). Model menjadi acuan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
2. Ciri - ciri model pembelajaran
Model pembelajaran memiliki ciri - ciri sebagai berikut :
1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori Jhon Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi kelompok secara demokratis.
2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.
Misalnya model berfikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berfikir induktif.
3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar dikelas. Misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreatifitas dalam pelajaran mengarang.
4) Memiliki bagian-bagian model yang merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu pembelajaran, yang dinamakan:




5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.
Dampak tersebut meliputi:
Dampak tersebut meliputi:


6) Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.
3. Jenis - Jenis Model Pembelajaran
Jenis-jenis model pembelajaran kimia yang dapat digunakan ketika pemebelajaran berlangsung adalah :
1) Model Pembelajaran Kooperatif (CL, Cooperative Learning)
Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative learning) bukanlah suatu konsep baru, melainkan telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Pada awal abad pertama, seorang filosofi berpendapat bahwa agar seseorang belajar harus memiliki pasangan.
Model pembelajaran koopertif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan efektif.
Roger dan David Johnson dalam Lie (2002: 30) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Kelima unsur tersebut yaitu :
a. Saling ketergantungan positif,
b. Tanggung jawab perseorangan,
c. Tatap muka,
d. Komunikasi antar anggota,
e. Evaluasi proses kelompok.
Untuk memenuhi kelima unsur tersebut harus dibutuhkan proses yang melibatkan niat dan kiat para anggota kelompok para peserta didik untuk bekerja sama dengan yang lainnya dalam kegiatan belajar kelompok yang akan saling menguntungkan. Selain niat, peserta didik juga harus menguasai kiat-kiat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Salah satu cara untuk mengembangkan niat dan kerja sama antar peserta didik dalam model pembelajaran kooperatif adalah melalui pengelolaan kelas. Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif, yakni pengelompokan semangat kerja sama dan penataan ruang kelas.
Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan (Arends, 1997: 110-111).
a. Struktur tugas mengacu pada cara pengaturan pembelajaran dan jenis kegiatan siswa dalam kelas.
b. Struktur tujuan, yaitu sejumlah kebutuhan yang ingin dicapai oleh siswa dan guru pada akhir pembelajaran atau saat siswa menyelesaikan pekerjaannya. Ada tiga macam struktur tujuan, yaitu: 1) struktur tujuan individualistik, yaitu tujuan yang dicapai oleh seorang siswa secara individual tidak memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan siswa lainnya, 2) struktur tujuan kompetitif, yaitu seorang siswa dapat mencapai tujuan sedangkan siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut, dan 3) struktur tujuan kooperatif, yaitu siswa secara bersama-sama mencapai tujuan, setiap individu mempunyai andil dalam pencapaian tujuan.
c. Struktur penghargaan kooperatif, yaitu penghargaan yang diberikan pada kelompok jika keberhasilan kelompok sebagai akibat keberhasilan bersama anggota kelompok.
Pembelajaran kooperatif merupakan stategi pembelajaran yang mendorong siswa aktif menemukan sendiri pengetahuannya melalui keterampilan proses (Henny, 2003:20). Siswa belajar dalam kelompok kecil yang kemampuannya heterogen. Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota saling bekerja sama dan saling membantu dalam memahami suatu bahan ajar. Agar siswa dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya maka mereka perlu diajari keterampilan-keterampilan kooperatif sebagai berikut:





Menurut Ibrahim (2000:6) unsur-unsur pembelajaan kooperatif adalah sebagai berikut:
a. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.
b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
c. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
d. Siswa harus membagai tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya
e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/ penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan ketrampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
g. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Menurut Johnson & Johnson, prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:






Adapun karakteristik model pembelajaran kooperatif adalah:



Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. Terdapat 6 (enam) langkah model pembelajaran kooperatif:






Keunggulan dari model pembelajaran kooperatif adalah






Menurut Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling -membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif ini juga dinamakan “belajar teman sebaya”. Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar (Nur dan Wikandari, 2000:25).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000:7). Pendapat setara menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang agak kompleks, membantu mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial, dan hubungan antara manusia. Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif-konstruktivis dan teori belajar sosial (Kardi dan Nur, 2000:15).
Menurut Arends (1997: 111), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c. Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda,
d. penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
Pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut (Ibrahim, M., dkk., 2000: 10) :
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran.
b. Menyampaikan informasi.
c. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
d. Membantu siswa belajar dan bekerja dalam kelompok.
e. Evaluasi atau memberikan umpan balik.
f. Memberikan penghargaan.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran yang disarikan dalam Ibrahim, dkk (2000:7-8) sebagai berikut:
a. Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
b. Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan.
c. Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.
Pembelajaran kooperatif bukan hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif.
Fungsi keterampilan kooperatif adalah untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Untuk membuat keterampilan kooperatif dapat bekerja, guru harus mengajarkan keterampilan--keterampilan kelompok dan sosial yang dibutuhkan. Keterampilan-keterampilan itu menurut Ibrahim, dkk. (2000:47-55), antara lain:
a. Keterampilan-keterampilan Sosial
Keterampilan sosial melibatkan perilaku yang menjadikan hubungan sosial berhasil dan memungkinkan seseorang bekerja secara efektif dengan orang lain.
b. Keterampilan Berbagi
Banyak siswa mengalami kesulitan berbagi waktu dan bahan. Komplikasi ini dapat mendatangkan masalah pengelolaan yang serius selama pelajaran pembelajaran kooperatif. Siswa-siswa yang mendominasi sering dilakukan secara sadar dan tidak memahami akibat perilaku mereka terhadap siswa lain atau terhadap kelompok mereka.
c. Keterampilan Berperan Serta
Sementara ada sejumlah siswa mendominasi kegiatan kelompok, siswa lain tidak mau atau tidak dapat berperan serta. Terkadang siswa yang menghindari kerja kelompok karena malu. Siswa yang tersisih adalah jenis lain siswa yang mengalami kesulitan berperan serta dalam kegiatan kelompok.
d. Keterampilan-keterampilan Komunikasi
Kelompok pembelajaran kooperatif tidak dapat berfungsi secara efektif apabila kerja kelompok itu ditandai dengan miskomunikasi. Empat keterampilan komunikasi, mengulang dengan kalimat sendiri, memberikan perilaku, memberikan perasaan, dan mengecek kesan adalah penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa untuk memudahkan komunikasi di dalam seting kelompok.
e. Keterampilan-keterampilan Kelompok
Kebanyakan orang telah mengalami bekerja dalam kelompok di mana anggota-anggota secara individu merupakan orang yang baik dan memiliki keterampilan sosial. Sebelum siswa dapat belajar secara efektif di dalam kelompok pembelajaran kooperatif, mereka harus belajar tentang memahami satu sama lain dan satu sama lain menghormati perbedaan mereka.
Pembangunan Tim atau Kelompok
Membantu membangun identitas tim dan kesetiakawanan anggota merupakan tugas penting bagi guru yang menggunakan kelompok-kelompok pembelajaran kooperatif. Tugas-tugas sederhana meliputi memastikan setiap orang saling mengetahui nama teman di dalam kelompoknya dan meminta para anggota menentukan nama tim.
Model pembelajaran ini mengarahkan siswa dapat melakukan diskusi untuk menemukan indicator alam, setelah melakukan percobaan secara berkelompok dengan berbagai bahan alam.
Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif
a. Tipe STAD ( Student Team Achievement Development)
STAD (Student Team Achievement Development) dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.
Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Secara umum, langkah-langkah dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:
a) Membentuk kelompok yang anggotanya ± 4 orang.
b) Guru menyajikan materi pelajaran.
c) Guru memberi tugas untuk dikerjakan, anggota kelompok yang mengetahui jawabannya memberikan penjelasan kepada anggota kelompok.
d) Guru memberikan pertanyaan/kuis dan siswa menjawab pertanyaan/kuis dengan tidak saling membantu.
e) Pembahasan kuis
f) Kesimpulan
Terdapat kelebihan dan kekurangan pada tipe STAD ini. Kelebihannya, untuk sebagian siswa yang aktif dapat mengembangkan potensinya menjadi lebih baik. Sedangkan kekurangannya, siswa-siswa yang pasif tidak dapat berkembang karena mereka bergantung pada ketua kelmpok mereka masing-masing.
b. Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pendekatan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw di desain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Secara umum, langkah-langkah dari model pembeljaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai berikut.
a) Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim;
b) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda;
c) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan;
d) Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka;
e) Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh;
f) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;
g) Guru memberi evaluasi;
h) Penutup.
Kelebihan dari tipe Jigsaw adalah menumbuhkan rasa saling ketergantungan yang positif antar anggota kelompoknya karena setiap anggota dari setiap kelompok diberikan pelatihan untuk menjadi ahli pada pembahasan tertentu kemudian dapat menyampaikannya kepada anggota kelompoknya yang lainnya. Di samping kelebihan, tipe ini juga mempunyai kelemahan, yaitu dengan menggunakan metode kooperatif tipe Jigsaw dalam kegiatan belajar-mengajar membutuhkan waktu yang cukup lama karena harus melakukan pelatihan pada setiap anggota kelompoknya supaya dapat menyampaikan suatu pembahasan atau materi pada anggota kelompoknya yang lainnya.
c. Tipe NHT ( Numbered Head Together)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik.
Menurut Lie (2003: 59) tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Ibrahim dalam Herdian (2009: 7) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
a) Hasil belajar akademik struktural,
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
b) Pengakuan adanya keragaman,
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang. Tipe pembelajaran ini memberi peluang bagi sis-wa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan saling menghargai satu sama lain.
c) Pengembangan keterampilan sosial.
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pen-dapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam ke-lompok dan sebagainya.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa lebih bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan karena dalam tipe pembelajaran ini siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda dan tiap anggota tahu bahwa hanya satu murid yang dipanggil untuk mempresentasikan jawaban. Setiap kelompok melakukan diskusi untuk berbagi informasi antar anggota sehingga tiap anggota mengetahui jawabannya.
Lungdren dalam Sahara (2007: 5) mengemukakan manfaat dari pembelajaran kooperatif tipe NHT bagi siswa adalah :
a) Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar
b) Perselisihan antar pribadi berkurang
c) Sikap apatis berkurang
d) Pemahaman lebih mendalam
e) Motivasi lebih besar
f) Hasil belajar lebih baik
g) Meningkatkan budi pekerti, kepekaan dan toleransi.
Langkah-langkah:
a) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
b) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
c) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
d) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
e) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
f) Kesimpulan.
Kelebihan:
a) Setiap siswa menjadi siap semua.
b) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
c) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
a) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
b) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru
d. Tipe TGT ( Team Games Tournament )
Pembelajaran dengan strategi kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) ini telah dikembangkan oleh De Vries dan Slavin, dimana siswa dikelompokan dalam tim-tim heterogen pada pembelajaran informasi dan dalam kerja tim, sedangkan pada saat mereka maju ke meja turnamen siswa dari tiap tim yang berbeda ditempatkan dalam kelompok homogen atau setara kemampuan asalnya.
Wartono menjelaskan dalam Teams-Games-Tournament atau pertandingan-permainan-tim, siswa memainkan pengacakan kartu dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh poin pada skor tim mereka. Permainan ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud adalah pertanyaan-pertanyan yang relevan dengan materi pelajaran yang dirancang untuk mengetes kemampuan siswa dari penyampaian pelajaran kepada siswa di kelas. Setiap wakil kelompok akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai tersebut. Permainan ini dimainkan pada meja-meja turnamen.
Rachmat (2007:1) menyatakan ada 5 komponen utama dalam TGT yaitu:
a) Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung, ceramah, atau diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok.
b) Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
c) Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
d) Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja.
e) Penghargaan kelompok
Guru mengumumkan kelompok yang terbaik.
Tahap-tahap model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) mempunyai 6 langkah / fase yaitu :
Fase 1; Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.
Fase 2; Guru menyajikan informasi materi pembelajaran dalam bentuk demonstrasi atau melalui bacaan.
Fase 3; Guru mengorganisasikan siswa kedalam kelompok –kelompok belajar 3-6 orang / tim dengan kemampuan asalnya heterogen.
Fase 4; Guru membimbing kelompok bekerja dan belajar dalam tim.
Fase 5; Guru mengevaluasi tentang apa yang sudah dipelajari sehingga masing-masing kelompok mempresentasikan hasilnya.
Fase 6; Guru memberikan penghargaan secara kelompok maupun individu. Penghargaan kelompok biasanya menggunakan 3 katagori yaitu “ Tim Baik “, “ Tim Hebat “, “ Tim Super “.
Yang membedakan tipe Team Games Tournament dari tipe-tipe yang lain dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya system penilaian dari peningkatan individu dengan mengunakan turnamen akademik, sehingga siswa bersaing sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang setara / homogen kemampuan akademik sebelumnya.
Kelebihan dari tipe ini adalah dapat menjadikan proses belajar menjadi lebih menyenangkan serta memasukan unsur-unsur kompetitif dalam kerja kooperatif.
e. Tipe TAI ( Tutorial Assisted Instruction)
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Tutorial Assisted Instruction) merupakan model pembelajaran yang membentuk kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berfikir yang berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang membutuhkan bantuan (Suyitno,2002:9).
Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:
a) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
b) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok terdiri dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender.
d) Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
e) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f) Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
g) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki 8 (delapan) komponen, yaitu:
a) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 6 siswa.
b) Placement test, yakni pemberian pre-tes kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa dalam bidang tertentu.
c) Student Creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
d) Team Study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya.
e) Team Scores and Team Recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan criteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.
f) Teaching Group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.
g) Facts Test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.
h) Whole Class Units, yaitu pemberian materi oleh guru kembali di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.
Dalam model ini, diterapkan bimbingan antar teman yaitu siswa yang pandai bertanggung jawab terhadap siswa yang lemah. Disamping itu dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil. Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah dapat terbantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
f. Tipe TPS ( Think-Pair-Square)
Think Pair Share dikembangkan oleh Frank Lyman, dari Universitas Maryland pada tahun 1985 (Pramawati,2005). Think Pair Share berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu (Trianto, 2007). Arends (dalam Trianto, 2007) menyatakan bahwa Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Hal tersebut juga dijelaskan Pramawati (2005), bahwa Think Pair Share adalah sebuah alur diskusi dimana siswa selalu memiliki waktu lebih banyak untuk berpikir dalam merespon suatu pertanyaan.
Melalui kegiatan diskusi ini, siswa diharapkan mampu saling membantu satu sama lainnya, sehingga menghasilkan efek positif terhadap peningkatan respon siswa. Guru hanya melengkapi penyajian singkat atau membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan Think Pair Share untuk membandingkan tanya jawab kelompok secara keseluruhan. Dalam pembelajaran Think Pair Share, siswa secara tidak langsung dididik untuk berlatih berbicara di depan umum yaitu dengan jalan siswa mengutarakan ide atau pendapat dengan pasangannya (Kagan dalam Pramawati, 2005).
Langkah-langkah :
a) Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
b) Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
c) Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
d) Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
e) Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa
f) Guru memberi kesimpulan
g) Penutup
Selanjutnya dalam artikel Arif Fadholi Wahid Assyafi'I (2009), dijelaskan kekurangan dan kelebihan TPS (Think-Pair-Share) sebagai berikut :

a) Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
b) Meningkatkan partisipasi, akan cocok untuk tugas sederhana.
c) Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok.
d) Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya.
e) Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas.
f) Siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil.
g) Siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
h) Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.
i) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.
j) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.

a) Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas.
b) Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas.
c) Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.
d) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.
e) Lebih sedikit ide yang muncul.
f) Jika ada perselisihan,tidak ada penengah.
g) Menggantungkan pada pasangan.
h) Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu siswa tidak mempunyai pasangan.
i) Ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya.
j) Metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah.
g. Tipe Kancing Gemerincing
Model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan. Pengertian model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing menurut Kagan: adalah jenis metode struktural yang mengembangkan hubungan timbal balik antar anggota kelompok dengan didasari adanya kepentingan yang sama. Setiap anggota mendapatkan chips yang berbeda yang harus digunakan setiap kali mereka ingin berbicara menyatakan keraguan, menjawab pertanyaan, bertanya, mengenai: mengungkapkan ide, mengklarifikasi pernyataan, mengklarifikasi ide, merespon ide, merangkum, mendorong partisipasi anggota lainnya, memberikan penghargaan untuk ide yang dikemukakan anggota lainnya dengan mengatakan hal yang positif.
Pengertian model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing menurut Millis dan Cottel: adalah jenis model pembelajaran kooperatif dengan cara siswa diberikan chips yang berfungsi sebagai tiket yang memberikan izin pemegangnya untuk berbagi informasi, berkontribusi pada diskusi, atau membuat titik debat.
Model Kooperatif tipe kancing gemerincing dalam kegiatannya masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran orang lain.
Kancing gemerincing memastikan siswa mendapat kesempatan untuk berperan serta. (Lie; 1992: 63). Pemecahan masalah ini dilakukan melalui Penelitian Tindakan Kelas. Alternatif pembelajaran untuk mengatasi kesulitan siswa dalam melengkapi cerita dengan menerapkan model kooperatif tipe kancing gemerincing. Berdasarkan model kooperatif tipe kancing gemerincing, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a) Pra KBM



b) Pelaksanaan KBM Menurut Lie (2002: 64), model pembelajaran kooperatif dengan tipe kancing gemerincing, adalah:





Model Kooperatif tipe kancing gemerincing dalam kegiatannya masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran orang lain. Keunggulan teknik untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Karena dalam kerja kelompok sering ada anggota yang terlalu dominan bicara, sementara anggota lain pasif. Artinya pemerataan tanggung jawab dalam kelompok tidak tercapai, karena anggota yang pasif akan terlalu menggantungkan diri pada rekannya yang dominan (Lie, 2005; 54).
Tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang telah diuraikan di atas merupakan tipe-tipe yang paling sering digunakan dalam proses pembelajaran di kelas. Terdapat tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang lain, yaitu:
h. Problem Solving
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
a) Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
b) Berpikir dan bertindak kreatif.
c) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
d) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
e) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
f) Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
g) Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
a) Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
b) Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.
i. Role Playing
Tipe Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Kelebihan tipe Role Playing adalah melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
a) Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
b) Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
c) Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
d) Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
j. Picture and Picture
Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b) Menyajikan materi sebagai pengantar.
c) Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
d) Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
e) Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
f) Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
g) Kesimpulan / rangkuman.
Kelebihan:
a) Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
b) Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:
a) Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.
k. Examples Non Examples
Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
a) Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b) Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
c) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
d) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
e) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
f) Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
g) Kesimpulan.
Kelebihan:
a) Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
b) Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
c) Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
a) Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
b) Memakan waktu yang lama.
l. Lesson Study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida. Lesson Study juga merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a) Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:




b) Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
c) Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
d) Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
e) Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
f) Hasil pada (e) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (b).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
a) Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
b) Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.
2) Model Pembelajaran Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
Model pembelajaran kontekstual atau biasa disebut CTL merupakan suatu proses pendidikan yang holistik yang bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya yang mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan (konteks) ke permasalahan lainnya.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan model pembelajaran kontekstual.
Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi. Model pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama dari model pembelajaran produktif yang bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (review, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara).
Jenis-jenis model pembelajaran CTL
d. Problem-Based Learning, yaitu suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar melalui berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
e. Authentic Instruction , yaitu model pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna melalui pengembangan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata.
f. Inquiry-Based Learning, model pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan memberi ke-sempatan untuk pembelajaran bermakna.
g. Project-Based Learning, model pembelajaran yang memperkenankan siswa untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruk pembelajarannya (pengetahuan dan keterampilan baru), dan mengakulminasikannya dalam produk nyata.
h. Work-Based Learning, model pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi ajar dan menggunakannya kembali di tempat kerja.
i. Service Learning, yaitu model pembelajaran yang menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru dan berbagai keterampilan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat melalui proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.
j. Cooperative Learning, yaitu model pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam rangka memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Perbedaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Model Pembelajaran Tradisional
Perbedaan | |
Kelas Tradisional | Kelas menggunakan model pembelajaran kontekstual |
a. Menyandarkan pada hapalan b. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru. c. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru. d. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan. e. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan. f. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu. g. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual). h. Perilaku dibangun atas kebiasaan. i. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan. j. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor. | a) Menyandarkan pada pemahaman makna. b) Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa. c) Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. d) Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan. e) Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. f) Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang. g) Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi/mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (kerja kelompok). h) Perilaku dibangun atas kesadaran diri. i) Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman. j) Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif. |
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Model pembelajaran CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam CTL adalah sebagai berikut:
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Ciptakan masyarakat belajar.
e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Kelebihan model pembelajaran kontekstual:
a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
Kelemahan model pembelajaran kontekstual:
a. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
b. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
3) Model Pembelajaran Synectics
Istilah synectics diambil dari bahasa Yunani, yang merupakan gabungan kata syn berarti menggabungkan dan ectics berarti unsur yang berbeda. Pada awalnya, synectics dikembangkan dalam dunia Industri namun dalam perkembangannya ternyata sukses diterapkan dalam dunia pendidikan dan dikenal sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif untuk mengembangkan kreativitas.
Synetics dikembangkan oleh William Gordon dan merupakan model pembelajaran yang menggunakan analogi untuk mengembangkan kemampuan berfikir dari berbagai sudut pandang. Analogi dianggap mampu mengembangkan kreativitas karena dalam analogi ada usaha untuk menghubungkan antara apa yang sudah diketahui dengan apa yang ingin dipahami. Menurut teori belajar konstruktivistik, belajar menjadi efektif apabila siswa menghubungkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Analogi adalah perbandingan antara dua hal yang berbeda yang menunjukkan kemiripan dalam satu atau lebih aspek-aspek yang dibandingkan. Analogi membantu siswa memahami konsep-konsep baru dengan menggunakan kemiripan yang dimiliki oleh konsep-konsep yang telah diketahuinya. Oleh karena itu, siswa akan lebih mudah memahami konsep baru jika mereka mengaitkannya dengan hal yang telah mereka ketahui.
Analogi atau metafora dalam pengajaran kimia ternyata sangat memudahkan pemahaman siswa, terutama konsep-konsep abstrak. Misalnya dalam bahasan struktur atom dan sistem periodik. Konsep keelektronegatifan, energi ionisasi, afinitas elektron semua dapat dikaitkan dengan jari-jari atom dengan jembatan analogi. Analogi untuk menjelaskan konsep perbandingan jari-jari atom yang netral dengan jari-jari atom yang bermuatan dapat dianalogikan dengan orang main tarik tambang. Dua pihak dalam hal ini tarikan proton dengan elektron terdapat daya tarik. Jika elektron suatu atom netral bertambah karena menerima elektron (menjadi bermuatan negatif) ini dianalogikan sebagai tambahan anggota elektron sehingga posisi batas netral menjauh dari inti (proton) karena pasukan elektron lebih banyak dibanding pasukan proton sehingga menyebabkan jari-jari lebih besar dibandingkan keadaan jika proton dan elektron sama (atom netral).
Sebaliknya jika atom netral melepaskan elektron dikulit terluarnya sehingga bermuatan positif, maka pasukan proton jumlahnya tetap sementara pasukan elektron berkurang sehingga karena kalah jumlahnya sehingga batas netral tali lebih mendekati pasukan proton. Akibatnya jari-jari atom yang bermuatan positf lebih kecil dibandingkan dengan jari-jari atom dalam keadaan netral.
Ada tiga jenis analogi yang digunakan dalam model pembelajaran synectics, yaitu:
a. Analogi langsung yaitu kegiatan perbandingan sederhana antara dua objek atau gagasan, dalam pembandingan ini dua objek yang dibandingkan tidak harus sama dalam semua aspek, karena tujuan sebenarnya adalah untuk mentranformasikan kondisi objek atau situasi masalah nyata pada situasi masalah lain sehingga terbentuk suatu cara pandang baru. Pada analogi ini siswa diminta untuk menemukan situasi masalah yang sejajar dengan situasi kehidupan nyata. Misalnya bagaimana cara untuk memindahkan perabot yang berat kedalam ruang kelas, bisa dianalogikan dengan bagaimana cara hewan membawa anak-anaknya. Untuk melihat efektifitas suatu analogi langsung dilihat dari jarak konseptualnya, semakin jauh jarak konseptualnya, maka semakin tinggi skor analoginya.
b. Analogi personal yaitu kegiatan untuk melakukan analogi antara objek analogi dengan dirinya sendiri. Pada analogi ini siswa diminta menempatkan dirinya sebagai objek itu sendiri. Untuk melihat efektivitas analogi personal bisa dilihat dari banyaknya ungkapan yang dikemukakan, semakin banyak ungkapan yang dikemukakan maka semakin tinggi skor analogi personalnya. Dalam kegiatan membuat analogi personal, siswa melibatkan dirinya sebagai objek atau gagasan yang dibandingkan. Misalnya siswa disuruh untuk membandingkan dirinya dengan sebuah mesin, kemudian ditanyakan bagaimana perasaannya seandainya itu terjadi? Apa yang dirasakan seandainya mesin itu dihidupkan? Dan kapan kira-kira akan berhenti? Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengarahkan jarak konseptual terbentuk dengan baik, semakin besar jarak konseptual maka akan semakin besar kemungkinan diperoleh gagasan baru. Menurut Gordon jarak konseptual bisa dilihat dari adanya keterlibatan dalam proses analogi.
c. Analogi konflik yang ditekan yaitu kegiatan untuk mengkombinasikan titik pandang yang berbeda terhadap suatu objek sehingga terlihat dari dua kerangka acuan yang berbeda. Hasil kegiatan ini berupa deskripsi tentang suatu objek atau gagasan berdasarkan dua kata atau frase yang kontradiktif, mislnya: bagaimana komputer itu dianggap sebagai pemberani atau penakut? Bagaimanakah mesin mobil dapat tertawa atau marah? Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperluas pemahaman tentang gagasan-gagasan baru dan untuk memaksimalkan unsur kejutan, karena itu maka kegiatan analogi ini dianggap sebagai kegiatan mental tingkat tinggi. Pada analogi ini siswa diminta menyebutkan suatu objek secara berpasangan. Semakin banyak pasangan yang disebutkan, semakin tinggi skor yang diperoleh. Berdasarkan pasangan kata tersebut, siswa diharapkan mengemukakan objek sebanyak-banyaknya yang bersifat kontaradiktif, kemudian diminta menjelaskan mengapa benda tersebut bersifat kontradiktif.
Tahapan-tahapan dalam model pembelajaran Synectics yaitu: 1) Masukan substansial yaitu guru mengemukakan permasalahan pada siswa untuk diselesaikan; 2) Pembuatan analogi langsung dengan cara guru menyuruh siswa untuk membuat analogi langsung dan siswa melakukannya; 3) Guru mengidentifikasi hasil analogi yang telah dibuat siswa; 4) Siswa menjelaskan kemiripan antara sesuatu yang asing dengan yang lazim; 5) Siswa menjelaskan perbedaan antara sesuatu yang asing dengan yang lazim; 6) Siswa mengeksplorasi topik yang bersifat original; dan 7) Siswa menghasilkan suatu produk melalui analogi langsung.
Beberapa kelebihan model pembelajaran Synectics, diantaranya adalah:
a. mampu meningkatkan kemampuan untuk hidup dalam suasana yang kompleks dan menghargai adanya perbedaan;
b. mampu merangsang kemampuan berfikir kreatif;
c. mampu mengaktifkan kedua belahan otak;
d. mampu memunculkan adanya pemikiran baru.
4) Model Pembelajaran Inkuiri
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris yaitu Inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berfikir kritis dan logis. Model pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah.
Ada tiga karakteristik pengembangan strategi inkuiri sosial. Pertama, adanya aspek (masalah) sosial dalam kelas yang dianggap penting dan dapat mendorong terciptanya diskusi kelas. Kedua, adanya rumusan hipotesis sebagai fokus untuk inkuiri. Ketiga, penggunaan fakta sebagai pengujian hipotesis. Dari karakteristik inkuiri seperti yang telah diuraikan di atas, maka tampak inkuiri sosial pada dasarnya tidak berbeda dengan inkuiri pada umumnya. Perbedaannya terletak pada masalah yang dikaji adalah masalah-masalah sosial atau masalah kehidupan masyarakat.
Tujuan umum dari model pembelajaran inkuiri adalah menolong siswa mengembangkan pikiran dan kemampuan siswa secara mandiri melalui suatu pola penyelidikan yang teratur (Suchman,1962). Guru lebih ditekankan untuk selalu bersikap terbuka dan berpikir positif. Belajar merespon pertanyaan dan jawaban siswa, mengelola pembelajaran yang lebih berorientasi pada siswa akan memberikan pengalaman yang lebih berharga dalam mengajar. Selain itu yang lebih penting adalah model pembelajaran ini akan menyediakan kesempatan lebih banyak untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang menyenangkan pada saat belajar kimia.
Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi. Selama inkuiri, guru dapat mengajukan pertanyaan atau mendorong siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri, memberi peluang siswa untuk mengarahkan peyelidikan mereka sendiri dan menemukan jawaban-jawaban yang mungkin dari mereka sendiri dan mengantar pada lebih banyak pertanyaan lain. Salah satu model pembelajaran dalam bidang Sains, yang sampai sekarang masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup efektif adalah model pembelajaran inkuiri.
Guru perlu memfasilitasi siswa agar dapat mengembangkan sejumlah keterampilan proses dan inkuiri ilmiah sehingga siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar melalui pembelajaran kimia.
Melalui inkuiri, sejumlah keterampilan berpikir dan teknik digunakan untuk menyelidiki (investigating) dan memahami (making sense) alam, yaitu antara lain : mengajukan pertanyaan yang dapat dijawab melalui observasi langsung dan eksperimen atau melalui analisis informasi dan kumpulan data; membandingkan (comparing), meringkas (summarizing), mengklasifikasi (classifying), menginterpretasi (interpreting), mengkritik (critising), mencari asumsi (looking for assumptions), membayangkan (imagining), mengumpulkan dan mengorganisasi data (collecting & organizing data), berhipotesis (hypothesizing), aplikasi fakta dan prinsip dalam situasi baru, pembuatan keputusan (making decision) dan mendisain proyek atau investigasi (designing projects or investigations). (Gallagher, 2007).
Misalnya, para siswa bisa menguji air sadah dan bukan sadah dan bagaimana cara menghilangkan dari kesadahan dengan melakukan praktikum.
Contoh lain adalah perluasan tetrahedral kimia pada konteks pendidikan kimia di Indonesia harus diperluas hingga penumbuhan kesadaran terhadap kebesaran Sang Maha Pencipta, seperti gambar disamping.
Gambar. Model Representasi Tetrahedral Kimia
(modifikasi dari Mahaffy, 2004)
Dengan demikian perlu diupayakan peningkatkan kinerja mengajar guru kimia agar memfasilitasi dan menciptakan lingkungan pembelajaran berbasis inkuiri dan karakteristik ilmu kimia yang menekankan pada pengembangan kompetensi yang harus dikuasai siswa dan tidak mengarahkan pada penguasaan siswa terhadap mata pelajaran kimia yang cenderung bersifat akumulatif dan menghafal.

Jenis model pembelajaran inkuiri
a. Inkuiri Terstruktur
Siswa mengikuti dengan tepat instruksi guru untuk menyelesaikan kegiatan secara langsung dengan sempurna.
b. Inkuiri Terbimbing
Siswa mengembangkan cara kerja untuk menyelidiki pertanyaan yang dipilih atau dinerikan guru.
c. Inkuiri Bebas
Siswa menurunkan pertanyaan tentang topic yang dipilih guru yang merencanakan
Pembelajaran inkuiri meliputi langkah :
a. Penyajian masalah
Pada tahap ini siswa dihadapkan pada situasi teka-teki. Rumusan masalah didapat setelah siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan ini merupakan stimulus yang efektif untuk mendorong siswa untuk berpikir dan memulai belajar
b. Pengumpulan dan verifikasi data
Pada tahap ini siswa merancang jawaban sementara (hipotesis) dan selanjutnya merancang kegiatan untuk menguji kebenaran jawaban sementara yang telah dibuat.
c. Mengadakan eksperimen dan pengumpulan data
Pada tahap ini siswa melaksanakan kegiatan yang telah dirancang dan mengobservasi fakta yang muncul, mencatat datanya, dan melakukan interpretasi terhadap data hasil pengamatan
d. Merumuskan penjelasan
Pada tahap ini siswa menentukan apakah jawaban sementara yang telah disusun sebelumnya terbukti kebenaranny
e. Mengadakan analisis tentang proses inkuiri
Pada tahap ini siswa melakukan refleksi terhadap cara-cara mereka saat melakukan kegiatan untuk membuktikan kebenaran jawaban sementara. Hasil yang diharapkan dari tahap ini adalah siswa mengetahui cara pemecahan masalah yang paling baik.
Perbedaan Kelas Tradisional Dengan Kelas Yang Mulai Menggunakan Pendekatan Inkuiri
Perbedaan | |
Kelas Tradisional | Kelas menggunakan pendekatan inkuiri |
a. Guru begitu saja memberikan informasi sebanyak-banyaknya. Proses ini ibaratkan bagaikan seorang yang mengisi sebuah teko sampai penuh dengan air. b. Satu-satunya hal yang diharapkan siswa adalah sedapat mungkin menguasai atau hafal semua informasi yang diberikan dari guru dan buku paket. c. Menghafal dan menghadapi banyak sekali fakta dan informasi adalah hal yang paling dititikberatkan di kelas. d. Pembelajaran dibuat atau dirancang untuk konsumsi oleh seluruh siswa di dalam kelas tanpa memandang kecerdasan apa yang dimiiki siswa serta modalitas belajar yang dimiliki siswa. e. Informasi yang didapat siswa terbatas pada apa yang diberikan guru dan buku paket. f. Saat menilai siswa, guru menggunakan system hanya ada satu pertanyaan dan satu jawaban yang benar dan menggunakan satu macam sistem penilaian saja. | a. Guru menjadi fasilitator dan memandu siswa untuk mengerti bagaimana mencari dan menemukan informasi yang ingin siswa ketahui dagi berbagai media sumber pengetahuan. b. Suasana pembelajaran di kelas banyak diwarnai dengan diskusi sebagai cara untuk mencari kebenaran dan pengetahuan dari sebuah subyek pembelajaran. c. Siswa dapat diajarkan untuk memproses informasi yang dia dapat. d. Pembelajaran menggunakan pendekatan kontrukssivisme berawak dari apa yang siswa ketahui, apa yang ingin siswa ketahui dan yang terakhir apa yang siswa pelajari. e. Siswa belajar memecahkan masalah dengan melakukan parktek langsung. f. Bersama dengan siswa guru banyak melakukan pembelajan singkat. g. Pembelajaran dilakukan dengan grup atau kelompok. |
Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa model pembelajaran ini disarankan untuk pembelajaran kimia :
a. keingintahuan siswa selalu terjaga
b. melibatkan siswa dalam kegiatan di kelas akan dapat meningkatkan ketrampilan kognitif ke tingkat yang tinggi
c. mengembangkan sikap positif siswa terhadap biologi sebagai sains, dan masalah kehidupan sehari-hari yang terkait
d. memberikan pengalaman nyata bagi siswa sehingga memmudahkan siswa mendapatkan pelajaran yang bermakna dan diingat terus

a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.
b. Dapat melatih keterampilan bekerja ilmiah
c. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiri (mencari-temukan).
d. Mendukung kemampuan problem solving siswa
e. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
f. Materi yang disajikan dapat mencapai tingkat kemampuan yang lebih tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya.

a. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
b. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.
c. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Dilapangan beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah.
d. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan Model Penemuan Terbimbing.
5) Model Pembelajaran Siklus Belajar ( Learning Cycle )
Learning cycle (daur belajar) merupakan model pembelajaran sains yang berbasis konstruktivistik. Model ini dikembangkan oleh J. Myron Atkin, Robert Karplus dan Kelompok SCIS (Science Curriculum Improvement Study), di Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat sejak tahun 1970-an (Trowbridge & Bybee, 1996). Siklus Belajar (Learning Cycle) atau dalam penulisan ini disingkat LC adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. LC pada mulanya terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application) (Karplus dan Their dalam Renner et al, 1988). Pada tahap eksplorasi, pebelajar diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya (cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana (Dasna, 2005, Rahayu, 2005). Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh fase berikutnya, fase pengenalan konsep. Pada fase ini diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki pebelajar dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada tahap ini pebelajar mengenal istilah-istilah yang berkaitan dengan konsep-konsep baru yang sedang dipelajari. Pada fase terakhir, yakni aplikasi konsep, pebelajar diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui kegiatan-kegiatan seperti problem solving (menyelesaikan problem-problem nyata yang berkaitan) atau melakukan percobaan lebih lanjut.
Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena pebelajar mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari. Implementasi LC dalam pembelajaran menempatkan guru sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari perencanaan (terutama pengembangan perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pemberian pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses pembimbingan) sampai evaluasi. Efektivitas implementasi LC biasanya diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Jika ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut ternyata belum memuaskan, maka dapat dilakukan siklus berikutnya yang pelaksanaannya harus lebih baik dibanding siklus sebelumnya dengan cara mengantisipasi kelemahan-kelemahan siklus sebelumnya, sampai hasilnya memuaskan.
LC tiga fase saat ini telah dikembangkan dan disempurnakan menjadi 5 dan 6 fase. Pada LC 5 fase, ditambahkan tahap engagement sebelum exploration dan ditambahkan pula tahap evaluation pada bagian akhir siklus. Pada model ini, tahap concept introduction dan concept application masing-masing diistilahkan menjadi explaination dan elaboration. Karena itu LC 5 fase sering dijuluki LC 5E (Engagement, Exploration, Explaination, Elaboration, dan Evaluation) (Lorsbach, 2002). Pada LC 6 fase, ditambahkan tahap identifikasi tujuan pembelajaran pada awal kegiatan (Johnston dalam Iskandar, 2005). Tahap engagement bertujuan mempersiapkan diri pebelajar agar terkondisi dalam menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam fase engagement ini minat dan keingintahuan (curiosity) pebelajar tentang topik yang akan diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula pebelajar diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi. Pada fase exploration, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan telaah literatur. Pada fase explanation, guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini pebelajar menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari. Pada fase elaboration (extention), siswa menerapkan konsep dan ketrampilan dalam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan dan problem solving. Pada tahap akhir, evaluation, dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi pebelajar melalui problem solving dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong pebelajar melakukan investigasi lebih lanjut. Berdasarkan tahapan-tahapan dalam metode pembelajaran bersiklus seperti dipaparkan di atas, diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari. Berdasarkan uraian di atas, LC dapat dimplementasikan dalam pembelajaran bidang-bidang sains maupun sosial.
Proses pembelajaran demikian akan lebih bermakna dan menjadikan skema dalam diri pebelajar menjadi pengetahuan fungsional yang setiap saat dapat diorganisasi oleh pebelajar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi dan sekolah menengah tentang implementasi LC dalam pembelajaran sains menunjukkan keberhasilan model ini dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa (Budiasih dan Widarti, 2004; Fajaroh dan Dasna, 2004). Marek dan Methven (dalam Iskandar, 2005) menyatakan bahwa siswa yang gurunya mengimplementasikan LC mempunyai ketrampilan menjelaskan yang lebih baik dari pada siswa yang gurunya menerapkan metode ekspositori. Cohen dan Clough (dalam Soebagio, 2000) menyatakan bahwa LC merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Dilihat dari dimensi guru penerapan strategi ini memperluas wawasan dan meningkatkan kreatifitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran.
Contoh Penerapan Learning Cycle dalam Pembelajaran kimia
Uraian dalam tabel ini menyajikan penerapan LC 5E dalam pembelajaran zat aditif di SMA (Fajaroh dan Dasna, 2004) yang terdiri atas 3 siklus.
SIKLUS | ||
Siklus 1 | Siklus 2 | Siklus 3 |
Skenario TPK: Siswa dapat menjelaskan tujuan pemanfaatan zat pewarna makanan, klasifikasi serta aturan pemakaian zat pewarna makanan Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa ![]() ![]() | Skenario TPK: Siswa dapat menjelaskan dampak pemakaian pewarna berbahaya bagi kesehatan Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() a) Sebutkan cara-cara membedakan pewarna sintetis dan alami b) Apa yang dimaksud dengan penyalahgunaan zat warna? c) Apa dampaknya bagi kesehatan? Menjawab pertanyaan guru secara berkelompok ![]() Presentasi kelompok Diskusi Kelas Menyelesaikan soal tes | Skenario TPK: siswa dapat mengidentifikasi pewarna berbahaya pada makanan Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa ![]() ![]() ![]() ![]() a) Apakah teknik kromatografi kertas dapat digunakan untuk mendeteksi zat pewarna pada makanan selain Rhodamin-B?mengapa? b) Apakah teknik spot test dapat digunakan untuk mendeteksi zat pewarna pada makanan selain Rhodamin-B?mengapa? Memberikan soal: a) Sebutkan cara-cara fisik dan kimia yang dapat dilakukan untuk mendeteksi pewarna berbahaya pada makanan! Diskusi kelas Praktikum Presentasi kelompok Diskusi dan presentasi Menyelesaikan soal tes |
Jenis model pembelajaran siklus belajar
Terdapat tiga macam siklus, yaitu deskriptif, empirikal-abduktif, dan hipotetikal-deduktif. Perbedaan ketiga macam siklus belajar hanya terletak pada usaha siswa mendeskripsikan sifat-sifat atau generalisasi eksplisit dan menguji hipotesis-alternatif.
Pada siklus belajar deskriptif, siswa menemukan dan mendeskripsikan pola empirik dalam konteks yang khas. Pada siklus belajar empirikal-abduktif, siswa juga menemukan, seperti pada siklus pertama (eksplorasi), tetapi telah melangkah lebih jauh, yaitu dengan menciptakan sebab-sebab yang mungkin ada pada pola tersebut. Pada siklus belajar hipotetikal-deduktif, siswa mengemukakan per-tanyaan-pertanyan sebab musabab yang dapat menimbulkan beberapa macam penjelasan.

a. meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran;
b. membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar;
c. pembelajaran menjadi lebih bermakna.

a. efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran;
b. menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran;
c. memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi;
d. memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.
Hasil-hasil penelitian tentang penerapan learning cycle menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa tentang sains menjadi lebih baik, konsep diingat lebih lama, meningkatnya sikap positif terhadap sains dan pembelajaran sains, meningkatnya kemampuan bernalar dan ketrampilan proses menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran tradisional. Nampaknya siswa dapat menerapkan apa yang telah dipelajarinya bila mereka diberi kesempatan dan waktu untuk mengeksplorasi peristiwa/fenomena alam secara langsung (hands-on). Namun, siswa harus diberi kesempatan juga untuk berinteraksi dengan guru (yang lebih ahli dan berpengalaman daripada siswa) yang dapat menyediakan pembelajaran yang relevan serta umpan balik terhadap pertanyaan-pertanyaan siswa.
6) Model Pembelajaran Langsung ( DL, Direct Learning )
Model pembelajaran langsung (direct intruction) merupakan suatu model mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Untuk itu langkah-langkah yang dipilih guru dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan langkah yang memang sesuai dengan model pembelajaran langsung, dimana komunikasi aktif antara guru dan siswa langsung terarah pada tujuan yang ingin dicapai, maksimalitas model pembelajaran ini adalah dengan pemilihan metode dan pendekatan yang tepat agar model pembelajaran ini memang benar-benar baik untuk pokok bahasan yang dibahas guru saat ini. Dalam pembalajaran langsung memiliki lima fase yang harus dijalankan dalam setiap tahapan (sintaks) yang dilakukan guru, seperti berikut:





Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Tahapannya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).
Tujuan dari jenis pembelajaran langsung ini adalah untuk membantu peserta didik mempelajari materi teoritis dasar seperti pelajaran membaca, matematika dan sebagainya dengan cara yang langsung dan lebih efisien.
Karakteristik pembelajaran ini ada enam elemen, yaitu: (1) berpusat pada pembelajar (teacher centrality). Di sini pembelajar memberikan arahan dan kontrol yang kuat; (2) berorientasi pada tugas yang bersifat teoritis; (3) berpengharapan positif. Maksudnya konsen pada prestasi dan memiliki harapan yang tinggi bahwa peserta didik bisa/akan belajar dengan baik; (4) kerjasama dan tanggungjawab antar peserta didik di sini amat diperluk; (5) tidak berdampak negatif, maksudnya para peserta didik dikondisikan untuk mendapatkan rasa aman secara pskilogis; dan (6) berstruktur tetap, maksudnya semua prilaku peserta didik terkontrol dengan baik.
Salah satu materi kimia yang dapat menggunakan model pembelajaran langsung yaitu mengenai bahasan teori kinetik gas, mengapa? karena pemilihan model pembelajaran ini sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan yang bersifat perhitungan atau penerapan matematis dalam proses pembelajaran, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran yaitu penguasan materi dengan baik dan benar terutama penyelesaian soal-soal yang berhubungan dengan perhitungan matematis, dan tingkat kemampuan peserta didik yang cenderung lebih mengerti memahami materi pelajaran yang bersifat perhitungan matematis dengan menerima penjelasan dari guru dan langsung menerapkannya dalam penyelesaian soal-soal. Antara tahapan yang satu dengan tahapan yang lain mempunyai perbedaan, namun memiliki hubungan yang erat untuk membelajarkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Oleh karena itu penguasaan guru terhadap materi dan tahapan (sintaks) haruslah tepat agar penerapan modelpembelajaran yang telah dipilih guru untuk pokok bahasan teori kinetik gas ini adalah pilihan yang tepat adanya, walaupun guru mengetahui tidak ada model pembelajaran yang lebih baik dari model pembelajaran yang lainnya, hanya saja bagaimana pilihan model pembelajaran yang dipilih oleh guru merupakan pilihan yang tepat untuk pokok bahasan yang disampaikan atau yang akan dibahas dalam proses pembelajarn agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai secara maksimal.
7) Model Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)
Model pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu model pembelajaran yang memusatkan pada masalah kehidupan yang bermakna bagi siswa. Selain itu, model pembelajaran ini melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan. Adapun peran guru adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Adapun karakteristik-karakteristiknya adalah sebagai berikut:
a. Belajar dimulai dengan suatu masalah
b. Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa/mahasiswa
c. Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu
d. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri
e. Menggunakan kelompok kecil dan
f. Menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal. Guru memberikan masalah, misalnya diberikan beberapa larutan tanpa label, siswa dapat mengidentifikasi larutan yang bersifat asam, basa dan garam.
Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri
Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma). Sintaknya adalah: sajikan permasalahan yang memenuhi kriteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau aturan yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi, menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi.
Menurut (Pannen, 2001) langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran ini paling sedikit ada delapan tahapan yaitu:
a. Mengidentifikasi masalah
b. Mengumpulkan data
c. Menganalisis data
d. Memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya
e. Memilih cara untuk memecahkan masalah
f. Merencanakan penerapan pemecahan masalah
g. Melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan
h. Melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah

a. Problem solving sebagai teknik memahami isi pelajaran
b. Problem solving dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa
c. Problem solving dapat mengembangkan siswa untuk berpikir lebih kritis
d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalan dunia nyata
e. Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain
f. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan
g. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan
h. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan
i. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat

a. Keberhasilan strategi pembelajaran ini membutuhkan cukup waktu untuk persiapan
b. Bagi siswa yang malas, tujuan dari metode ini tidak dapat tercapai sesuai dengan harapan pengajar
c. Membutuhkan banyak waktu dan dana
d. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini
8) Model Pembelajaran berbasis Teknologi Informasi.
Sebenarnya model ini sangat mudah digunakan bila guru sudah menguasai ICT (Information Teknology dan Comunication). Dalam bahasa sederhananya adalah pembelajaran menggunakan media komputer. Aplikasi komputer dalam bidang pembelajaran memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara individual (individual learning). Pemakai komputer atau user dapat melakukan interaksi langsung dengan sumber informasi. Perkembangan teknologi komputer jaringan (computer network/Internert) saat ini telah memungkinkan pemakainya melakukan interaksi dalam memperoleh pengetahuan dan informasi yang diinginkan. Berbagai bentuk interaksi pembelajaran dapat berlangsung dengan tersedianya medium komputer. Beberapa lembaga pendidikan jarak jauh di sejumlah negara yang telah maju memanfaatkan medium ini sebagai sarana interaksi. Pemanfaatan ini didasarkan pada kemampuan yang dimiliki oleh komputer dalam memberikan umpan balik (feedback) yang segera kepada pemakainya.
Pemanfaatan teknologi informasi dalam pembelajaran di Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Inisiatif menyelenggarakan siaran radio pendidikan dan televisi pendidikan sebagai upaya melakukan penyebaran informasi ke satuan-satuan pendidikan yang tersebar di seluruh
Indonesia, merupakan wujud dari kesadaran untuk mengoptimalkan pendayagunaan teknologi dalam membantu proses pembelajaran masyarakat. Teknologi informasi, meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sementara teknologi komunikasi merupakan segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya.
Model pembelajaran ini memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
a. memanfaatkan jasa teknologi elektronik; dimana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi secara lebih mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler;
b. memanfaatkan keunggulan computer (digital media dan compter networks);
c. menggunakan bahan ajar yang bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya; dan
d. memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
Tahap pengembangan model pembelajaran (Sutopo, 2003) yaitu:
a. Concept. Tahap untuk menentukan tujuan dan siapa pengguna program (identifikasi audience, dalam hal ini tentunya siswa). Selain itu menentukan macam aplikasi (presentasi, interaktif, dll) dan tujuan aplikasi (hiburan, pelatihan, pembelajaran, dan lainnya);
b. Design. Tahap membuat spesifikasi mengenai arsitektur program, gaya, tampilan dan kebutuhan material/bahan untuk prgoram;
c. Material Collecting. Tahap di mana pengumpulan bahan yang sesuai dengan kebutuhan dilakukan. Tahap ini dapatndikerjakan paralel dengan tahap assembly atau dengan tahap linier;
d. Assembly. Tahap di mana semua objek atau bahan multimedia dibuat. Proses pembuatan/produksi melibatkan tenga spesialis yang terampil atau mampu memanfaatkan berbagai jenis software. Pembuatan aplikasi multimedia ini berdasarkan storyboard dan struktur navigasi yang berasal dari tahap desain;
e. Testing. Dilakukan setelah selesai tahap pembuatan (assembly) dengan menjalankan aplikasi/program dan dilihat apakah ada kesalahan atau tidak. Tahap ini disebut juga sebagai tahap pengujian alpha (alpha test) di mana pengujian dilakukan oleh pembuat atau lingkungan pembuatnya sendiri;
f. Distribution. Tahapan di mana aplikasi disimpan dalam suatu media penyimpanan. Pada tahap ini jika media penyimpanan tidak cukup untuk menampung aplikasinya, maka dilakukan kompresi terhadap aplikasi tersebut;
Kelebihan
a. Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif
b. Mampummenimbulkan rasa senang selama pembelajaran berlangsung, sehingga akan menambah motivasi belajar siswa;
c. Mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar atau video dalam satu kesatuan yang saling mengukung sehingga tercapai tujuan pembelajaran;
d. Mampu memvisualisasikan materi yang abstrak;
e. Media penyimpanan yang relatif gampang dan fleksibel;
f. Membawa obyek yang sukar didapat atau berbahaya ke dalam lingkungan belajar;
g. Menampilkan objek yang terlalu besar ke dalam kelas; dan
h. Menampilkan objek yang tidak dapat dilihat secara langsung.
Kekurangan
a. Biaya relatif mahal untuk tahap awal;
b. Kemampuan SDM dalam penggunaan multimedia masih perlu ditingkatkan;
c. Belum memadainya perhatian dari pemerintah; dan
d. Belum memadainya infrastruktur untuk daerah tertentu.
Hal ini dapat membantu guru dalam menjelaskan materi seperti reaksi inti lewat animasi, kecepatan reaksi, reaksi-reaksi uji nyala, reaksi laruatan-larutan pekat dan lain-lain. Apalagi sekarang sudah banyak animasi-animasi yang tersedia. Guru dapat dengan mudah menggunakannya dalam pembelajaran.
4. Manfaat Model Pembelajaran
1) Memberikan pedoman bagi guru dan siswa bagaimana proses pencapaian tujuan pembelajaran
2) Membantu dalam pengembangan kurikulum bagi kelas dan mata pelajaran lain.
3) Membantu dalam memilih media dan sumber.
4) Membantu meningkatkan efektivitas pembelajaran.
D. PERBEDAAN METODE, PENDEKATAN, DAN MODEL PEMBELAJARAN
Banyak yang tidak paham dengan perbedaan antara metode, pendekatan, dan model. Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikansecara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan, langkah- langkah, dan cara yang digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan.
Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginsipirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran berlangsung.
Bungkus dari penerapan pendekatan dan metode pembelajaran tersebut dinamakan model pembelajaran. Guru dapat berkreasi dengan berbagai model pembelajaran yang khas secara menarik, menyenangkan, dan bermanfaat bagi siswa. Model guru tersebut dapat pula berbeda dengan model guru di sekolah lain meskipun dalam persepsi pendekatan dan metode yang sama.
Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi yang di dalamnya terdapat pendekatan, model, dan teknik secara spesifik. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sebenarnya aspek yang juga paling penting dalam keberhasilan pembelajaran adalah penguasaan model pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
Metodologi berasal dari kata metode dan logos, yang berarti ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Metodologi disebut juga science of methods, yaitu ilmu yang membicarakan cara, jalan atau petunjuk praktis dalam penelitian atau membahas konsep teoritis berbagai metode atau dapat dikatakan sebagai cara untuk membahas tentang dasar-dasar filsafat ilmu dari metode penelitian. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran adalah konsep dasar yang mewadahi, menginsipirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Apabila antara metode dan pendekatan pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Strategi pembelajaran kimia seharusnya menekankan pada memberikan pengalaman belajar pada siswa agar mampu memiliki pemahaman makroskopik, mikroskopik dan simbolik kimia, melalui kegiatan belajar berbasis inkuiri, sehingga dapat mengkaitkannya dan menerapkannya pada konteks kehidupan nyata.
Oleh karena itu penguasaan guru terhadap materi dan tahapan (sintaks) haruslah tepat agar penerapan model pembelajaran yang telah dipilih guru untuk pokok bahasan teori kinetik gas ini adalah pilihan yang tepat adanya, walaupun guru mengetahui tidak ada model pembelajaran yang lebih baik dari model pembelajaran yang lainnya, hanya saja bagaimana pilihan model pembelajaran yang dipilih oleh guru merupakan pilihan yang tepat untuk pokok bahasan yang disampaikan atau yang akan dibahas dalam proses pembelajarn agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai secara maksimal.
0 komentar:
Posting Komentar